Peran Penting Lahan Gambut
Secara fisik, lahan gambut merupakan
tanah histosol yang umumnya selalu jenuh air atau terendam air sepanjang
tahun. Menurut Foth (1991) tanah histosol terbentuk dari tanah jenuh
air terus menerus paling sedikit sebulan dalam satu tahun. Tanah
histosol sangat dipengaruhi oleh vegetasi alami yang ditimbun di dalam
air dan tingkat perombakannya. Suriadikarta & Mas (2007) menjelaskan
bahea, dalam praktek, tanah gambut yang digunakan memiliki kedalaman
minimal 50 cm. Pada tahap awal, proses pengendapan bahan organik terjadi
di daerah cekungan di belakang tanggul sungai. Dengan adanya air tawar
dan air payau yang menggenangi daerah cekungan, proses dekomposisi bahan
organik menjadi sangat lambat. Selanjutnya secara perlahan-lahan
terjadilah akumulasi bahan organik, yang akhirnya terbentuk endapan
gambut dengan ketebalan yang bervariasi.
Lahan gambut adalah lahan yang terbentuk
dari bahan organik berupa (1) bahan jenuh air dalam waktu lama dengan
kadar bahan organik paling sedikit 12%, atau (2) bahan tidak jenuh air
selama kurang dari beberapa hari dengan kadar bahan organik paling
sedikit 20% (Noor 2004).
Lahan gambut (kadang-kadang disebut rawa
gambut) terbentuk dari tanaman-tanaman yang tergenang air terurai secara
lambat. Gambut yang terbentuk terdiri atas berbagai bahan organik
tanaman yang membusuk dan terdekomposisi pada berbagai tingkatan.
Tingkat dekomposisi/kematangan gambut serta kedalaman gambut sangat
mempengaruhi kualitas lahan gambut. Berdasarkan tingkat dekomposisinya
gambut tergolong dalam gambut fibrik (dekompoisi awal), hemik
(dekomposisi pertengahan), saprik (dekomposisi lanjut) (Noor 1996).
Ciri-ciri khas dari lahan gambut adalah mempunyai kandungan bahan
organik yang tinggi (lebih dari 65%). Gambut yang terbentuk dapat
mencapai kedalaman lebih dari 15 m (Moore & Nina 2003).
Umumnya, kawasan gambut membentuk kubah
yang tebal di bagian tengah yaitu diantara dua sungai dan makin
mendekati tepi atau pinggir sungai ketebalan gambut makin tipis.
Ketebalan gambut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, dibeberapa wilayah
rawa yang berada pada ketinggian 1 m – 2 m dari permukaan laut,
ketebalan gambut relatif tipis, tetapi di wilayah pesisir ketebalan
gambut sekitar 0,5 m – 2,0 m (Noor 2001).
Hutan rawa gambut ditumbuhi oleh beberapa
jenis vegetasi. Dari arah sungai menuju ke tengah kubah gambut terdapat
perubahan yang berlanjut dalam komposisi spesies dan struktur hutan.
Sungai-sungai tersebut didominasi oleh rerumputan apung dan tumbuhan
palem yang berduri dan melilit, yang dapat menghalangi sungai tersebut,
membuat sulit bahkan tidak bisa untuk diarungi. Tumbuhan palem dan
beraneka ragam pohon besar seperti Terentang, Pulai dan Meranti
mendominasi di sekitar sungai. Keragaman tersebut mulai berkurang dengan
jelas terlihat menuju area deposit gambut yang lebih dalam di sekitar
pusat dari kubah gambut tersebut. Salah satu spesies khas di rawa gambut
adalah Ramin, yang merupakan jenis pohon yang bernilai komersial
tinggi. Hanya ada sedikit spesies yang tahan terhadap
kondisi pasokan unsur hara yang amat sedikit dan juga
simpanan air yang hampir selalu konstan di bagian hutan ini,
membuat pertumbuhan pohon-pohon menjadi terhambat. Di beberapa
wilayah, pepohonan tumbuh tidak lebih dari ketinggian 10 hingga 15
meter (Central Kalimantan Peatlands Project 2006).
Hasil penelitian menyimpulkan fungi yang terdapat dalam tanah gambut
- Diketahui 8 spesies fungi dominan dari tanah gambut Desa Sei Siarti, Kabupaten Labuhan Batu yaitu: Aspergillus sp.1, Aspergillus sp.2,
Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, Penicillium digitatum,
Penicillium sp., Curvularia sp., dan Mucor sp. - Pada tanah gambut jenis saprik fungi yang ditemukan 4 spesies fungi yaitu: Aspergillus sp.1, Fusarium sp., Aspergillus sp.2 dan Penicillium chrysogenum, dengan total populasi sebesar 10370 cfu/ml.
- Pada tanah gambut jenis hemik fungi yang ditemukan 5 spesies fungi yaitu: Penicillium chrysogenum, Mucor sp., Penicillium digitatum, Curvularia sp., Penicillium sp., dengan total populasi sebesar 1970 cfu/ml.
- Pada tanah gambut jenis fibrik fungi yang ditemukan 2 spesies fungi yaitu: Aspergillus sp.1, dan Mucor sp., dengan total populasi sebesar 3700 cfu/ml.
Teknik isolasi
Berdasarkan Hadioetomo (1990), isolasi
fungi dilakukan dengan metode pengenceran ekstrak tanah gambut. Tanah
gambut jenis fibrik dimasukkan sebanyak 10 g ke dalam tabung Erlenmeyer
yang berisi air steril sebanyak 100 ml dan diaduk hingga merata,
kemudian diambil 1 ml sampel dari tabung Erlenmeyer dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi I (pertama) yang berisi 9 ml air steril dengan
pengenceran 10-1. Kemudian dari tabung reaksi I diambil 1 ml
dan dimasukkan ke tabung reaksi II (kedua) yang berisi 9 ml air steril.
Dan dari tabung II diambil 1 ml lalu dimasukkan ke tabung reaksi III
(ketiga) yang berisi air steril 9 ml. Setelah itu, dari tabung reaksi I,
II, dan III dituang 0,1 ml ke dalam cawan Petri I, II, dan III yang
telah berisi media PDA dengan menggunakan pipet tetes mikro kemudian
disebarkan dengan spatula secara merata pada permukaan PDA sampai kering
dan dibiarkan sampai miselium fungi tumbuh pada media biakan tersebut.
Secara rinci dapat dilihat pada Gambar di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar