I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan pestisida kimia dilingkungan pertanian dalam
mengendalikan serangan penggangu tanaman berdampak pada kemunduran
kesehatan lingkungan. Residu
yang tertinggal didalam tanah sulit larut, meninggalkan residu pada tanaman,
air dan udara, penggunaan pestisida kimia secara terus menerus dapat
memberikan dampak resistensi terhadap berbagai jenis hama dan berdampak pada
kesehatan petani. Dilihat dari dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan
pestisida kimia, maka perlu dikembangkannya suatu alternatif yang mengarah pada
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dan pengendalian yang lebih ramah lingkungan
dibandingkan dari penggunaan pestisida kimia, adapun pestisida alternatif yang
dapat digunakan dan lebih ramah lingkungan yaitu pestisida Nabati dan pestisida
Hayati.
Keaneragaman hayati yang ada di alam, selain digunakan
sebagai bahan bangunan dan obat-obatan juga bisa digunakan sebagai sumber bahan
pestisida nabati. Pestisida
nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian
tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bagian tumbuhan tersebut dapat
dijadikan pestisida karena kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam bagian
tumbuhan tersebut. Senyawa kimia tersebut dapat menjadi racun untuk hama
tertentu atau melalui senyawa penghambat. Senyawa penghambat makan dapat
menyebabkan serangga menghentikan kegiatanmakannya secara permanen atau
sementara. Banyak senyawa tumbuhan baik dalam bentuk ekstrak maupun senyawa
murni diketahui memiliki aktivitas penghambat makan terhadap berbagai species
serangga. Penghambat makan dari kelompok terpenoid yang paling dikenal ialah
azadirakhtin yang merupakan senyawa insektisida utama dari tanaman mimba.
Famili tumbuhan yang dilaporkan memiliki aktivitas terhadap serangga di antaranya
Meliaceae, Annonaceae, Asteraceaae, Piperaceae dan Clusiaceae (Isman 1995).
Fungsi-fungsi dari pestisida nabati, antara lain refelen
(menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat),
antifidan (menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan
rasa yang pahit), mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses
penetasan telur, racun syaraf, mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh
serangga, attraktan (sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan
sebagai perangkap) (Thamrin, et al.,
2006).
1.2 Tujuan
Adapun
pengujian ini bertujuan
untuk mempelajari keefektifan berbagai folmulasi pestisida terhadap hama sasaran.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Pestisida Nabati
Menurut
Permentan tahun 2007, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta
jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: memberantas atau mencegah
hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau
hasil-hasil pertanian; memberantas rerumputan; mematikan daun dan mencegah
pertumbuhan yang tidak diinginkan; mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman
atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; memberantas atau mencegah
hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak; memberantas atau mencegah
hama-hama air; memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad
renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan atau
memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman,
tanah atau air.
Tanaman yang Berpotensi sebagai Pestisida Nabati
Akar Tuba
Klasifikasi Tanaman Tuba
Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica (Roxb.) Benth. Tumbuhan ini tersebar luas di
Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di ladang-ladang yang
sudah ditinggalkan. Nama daerah tanaman tuba adalah tuba jenu (Karo), tuba
(Toba), tuba (Sunda), tuba jenung (Simalungun), tuba (jawa).
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Derris
Spesies : D. elliptica
Kandungan
Kimia Tanaman
Bagian tanaman tuba yang sangat beracun adalah akar. Akar ditumbuk dan
dilarutkan dalam air. Larutan tuba tersebur digunakan sebagai bahan aktif pestisda nabati. Racun akar tuba
dikenal dengan derrids, sekarang lebih dikenal dengan rotenone.
Rotenon bekerja sebagai racun sel yang sangat kuat (insektisida) dan sebagai
antifeedant yang menyebabkan serangga berhenti makan. Kematian serangga terjadi
beberapa jam sampai beberapa hari setelah terkenal rotenone. Rotenon dapat
dicampur dengan piretrin/belerang. Rotenon adalah racun kontak (tidak sistemik)
berspektrum luas dan sebagai racun perut. Rotenon dapat digunakan sebagai
moluskisida (untuk moluska), insektisida (untuk serangga) dan akarisida
(tungau). Untuk mamalia akan
keracunan bila termakan dan tidak berefek pada kulit. Tuba beracun pada ikan.
Tuba tidak beracun bagi lebah.
Gambar 1. Stuktur Rotenone
Sirsak
Klasifikasi
Tanaman Sirsak
Sirsak (Annona
muricata Linn.) termasuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh dan
berbuah sepanjang tahun. Habitat sirsak mulai dari daratan rendah beriklim
kering sampai daerah basah dengan ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Klasifikasi tanaman sirsak, yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo : Ranales
Family
: Annonaceae
Genus
: Annona
Spesies : Annona
muricata L.
Tanaman
memiliki ketinggian mencapai 8-10 meter dan diameter batang 10-30 cm. Daun
berbentuk bulat telur terbalik, berwarna hijau muda sampai hijau tua, ujung
daun meruncing, pinggiran rata dan permukaan daun mengkilap. Bunga tunggal
dengan banyak putik (bunga berpistil majemuk). Buah sejati berganda buah
memiliki duri sisik halus. apabila sudah tua daging buah berwarna putih, dan
berserat dengan banyak biji berwarna coklat kehitaman (Radi, 1998 dalam Universitas Sumatera Utara, 2011).
Kandungan
Kimia Tanaman
Kandungan daun sirsak mengandung senyawa acetogenin,
antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi
tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewan sebagai anti feedent
(menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang
pahit) sedangkan konsentrasi rendah, bersifat racun perut (Septerina, 2002 dalam Jannah, 2010). Acetogenin adalah
senyawa polyketides dengan struktur 30–32 rantai karbon tidak bercabang
yang terikat pada gugus 5-methyl-2-furanone. Rantai furanone dalam
gugus hydrofuranone pada C23 memiliki aktifitas sitotoksik, dan derivat acetogenin
yang berfungsi sitotoksik adalah asimicin, bulatacin, dan squamocin (Shidiqi
et al., 2008 dalam Jannah, 2010). Squamocin mampu menghambat transport
elektron pada sistem respirasi sel, sehingga menyebabkan gradien proton
terhambat dan cadangan energi tidak dapat membentuk ATP Mitsui et al. (1991). Bulatacin diketahui
menghambat kerja enzim NADH-ubiquinone reduktase yang diperlukan dalam
reaksi respirasi di mitokondria (Panji, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak daun sirsak dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Rislansyah
(2000) dalam Jannah (2010) menunjukkan
bahwa jentik Anopheles aconitus mencapai tingkat kematian sebesar 100%
dengan konsentrasi sebesar 0,13%. Simanjutak (2007) dalam Jannah (2010) juga menjelaskan bahwa ekstrak bubuk dan sirsak
dapat digunakan untuk mengendalikan hama rayap.
Gambar 2. Strukrur
Acetogenin Gambar 3. Strukrur
Bulatacin
Pinang
Klasifikasi
Tanaman Pinang
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Liliopsida
Ordo :
Arecales
Family :
Arecaceae
Genus :
Areca
Species :
Areca catechu L.
Pohon berbatang
langsing, tumbuh tegak, tinggi 10-30 m, diameter 15-20 cm, tidak bercabang
dengan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip tumbuh berkumpul di ujung
batang membentuk roset batang. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm,
tangkai daun pendek. Panjang helaian daun 1-1,8 m, anak daun mempunyai panjang
85 cm, lebar 5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi. Tongkol bunga dengan
seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset daun, panjang
sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap. Buahnya buah buni,
bulat telur memanjang, panjang 3,5-7 cm, dinding buah berserabut, bila masak
warnanya merah oranye (IPTEK, 2005)
Kandungan
Kimia Tanaman
Pinang (Areca
cathecu) termasuk salah satu dalam jenis moluskisida untuk hama sasaran
siput murbai atau keong emas (Pomacea
canaliculata Lamarck). Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti
Arekolin (C8 H13 NO2), arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan
isoguvasine. Arekolin yang toksik, bertindak sebagai dadah nikotin ke atas
sistem saraf. Kematian
disebabkan oleh terhentinya pernafasan. Ekstrak etanolik biji buah pinang
mengandung tanin terkondensasi, tannin terhidrolisis, flavan, dan senyawa
fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak menguap, serta garam
(Wang and Lee, 1996).
Tembakau
Klasifikasi
Tanaman Tembakau
Tanaman tembakau (Nicotianae tabacum
L) termasuk genus Nicotinae, serta famili Solanaceae. Susunan taksonomi Nicotianae tabacum L sebagai
berikut (Ditjenbun 2009):
Famili :
Solanaceae
Subfamili :
Nicotianae
Genus :
Nicotiana
Subgenus :
Tabacum
Kandungan
Kimia Tanaman
Bagian tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati adalah batang dan daunnya.
Senyawa yang dikandung adalah nikotin. Nikotin ini tidak hanya racun untuk manusia,
tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk racun serangga. Daun tembakau kering
mengandung 2 – 8 % nikotin. Nikotin merupakan racun syaraf yang bereaksi cepat.
Nikotin berperan sebagai racun kontak bagi serangga sehingga efektif untuk
mengendalikan hama pengisap juga serangga seperti: ulat perusak daun, aphids,
triphs, dan pengendali cendawan (fungisida) (Deptan 2011). Nikotin murni
merupakan hasil ekstraksi tembakau yang sangat beracun bagi hewan berdarah
panas dan dipasaran dalam bentuk nikotin
sulfat
dengan konsentrasi 40%
cairan. Nikotin digunakan untuk membasmi
berbagai jenis serangga kecil
seperti kutu daun (afid), lalat, belalang, dan ulat (Cruces, 2005). Hal
tersebut dikarenakan nikotin merupakan jenis racun kuat (potent nerve poison)
(wikipedia, 2007).
Gambar
4. Struktur nikotin
Cengkeh
Klasifikasi
Tanaman Cengkeh
Cengkeh (Syzygium aromaticum) dapat tumbuh di
daratan rendah sampai dengan ketinggian 900 meter di atas permukaan laut.
Balittro (1997) menjelaskan klasifikasi tanaman cengkeh yaitu:
Kingdom : Spermathophyta
Sudivisi : Angiospermae
Klasis : Dicotyledoneae
Subklasis : Dialypetaeles
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Eugenia/Syzygium
Jenis : Eugenia
aromaticum L.
Cengkeh
termasuk jenis tumbuhan perdu dengan tinggi tanaman dapat mencapai 20-30 meter.
Daun cengkeh berwarna hijau dengan bentuk bulat telur memanjang dan pangkalnya menyudut, rata-rata mempunyai
ukuran lebar berkisar 2-3 cm dan panjang daun tanpa tangkai berkisar 7.5 -12.5
cm. Bunga muda cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian berubah menjadi kuning
kehijau-hijauan dan selanjutnya menjadi merah muda apabila sudah tua. Umumnya
cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun (IPTEK, 2005).
Kandungan
Kimia Tanaman
Bunga cengkeh mengandung
senyawa kimia berupa eugenol, asam oleanolat, asam galotanat, fenilin,
karyofilin, resin dan gom (IPTEK, 2005). Eugenol menjadi salah satu komponen
kimia dalam minyak cengkeh yang memberikan bau dan aroma yang khas pada minyak
cengkeh. Kadar eugenol pada minyak daun cengkih mencapai 70%, sedangkan pada
bunga cengkih bisa mencapai 90%. Eugenol murni merupakan cairan tidak berwarna,
atau berwarna kuning-pucat, berbau, keras, dan
mempunyai rasa pedas. Mempunyai rumus molekul C10H1202 dengan bobot molekulnya adalah
164.20 dan titik didih 250-255°C. Eugenol mudah berubah menjadi
kecoklatan apabila dibiarkan di udara terbuka. Eugenol merupakan suatu
alkohol siklis monohidroksi atau fenol sehingga dapat bereaksi dengan
basa kuat.
Gambar 5. Struktur Eugenol
Kandungan minyak
atsiri eugenol pada bunga cengkeh memiliki
sifat anti nematoda (Djiwanti, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
senyawa eugenol efektif mengendalikan nematoda, jamur patogen, bakteri, dan
serangga hama (Sinar Tani, 2010). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak
mimba dan cengkeh dapat menghambat pertumbuhan jamur patogenik F. oxysporum,
F. solani, R. lignosis, P. capsici, S. Roflsii dan R. solani (Manohara
et al., 1994; Tombe et al., l992; Tombe et al., l995), Thielaviopsis
paradoksa (Gowda, l997). Kombinasi penggunaan produk cengkeh dan
kompos limbah tanaman telah terbukti dalam mengendalikan penyakit busuk batang
panili (BBP) antara 75 – 85%. Wahyono et al. (l996) menunjukkan bahwa
penggunaan produk cengkeh dapat menekan serangan P. capsic 60.5 –
70.9% dengan produksi lebih kurang 2.5 kali dari tanpa perlakuan. Kombinasi
penggunaan fungisida nabati (cengkeh dan nimba) disertai pemberian pupuk
organik yang telah diperkaya dengan agensia hayati (Bacillus sp., Trichoderma
sp. dan Cytopaga sp.) dapat menekan serangan penyakit busuk jamur akar putih 47 - 80% (Tombe,
2008).
Sirih
Klasifikasi
Tanaman Sirih
Habitat sirih pada ketinggian mencapai 900 m dpl, curah hujan 2250 - 4750 mm per
tahun, beririgasi baik dan jenis tanah lempung dan kaya bahan organik dengan pH
7 - 7.5. Klasifikasi sirih, antara lain (Anonim, 2008) :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super
Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan
biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan
berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /
dikotil)
Sub
Kelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
(suku sirih-sirihan)
Genus : Piper
Spesies : Piper
caducibracteum C.DC
Kandungan
Kimia Tanaman
Ekstrak heksana
daun P. aduncum pada konsentrasi 1-20 mg/ml mengakibatkan kematian larva
caplak Rhipicephalus microplus, parasit pada ternak seperti sapi,
keledai, kuda, dan domba, sebesar 11,4%-70,42% dengan LC50 9,30 mg/ml dan pada
konsentrasi 5-100 mg/ml menghambat reproduksi imago sebesar 12,5%-54,2%. Perlakuan
lainnya dengan minyak atsiri daun P. aduncum pada konsentrasi 0,1 mg/ml
mengakibatkan kematian larva caplak tersebut sampai 100% (Silva et al.
2009).
Senyawa dilapiol memiliki gugus
metilendioksifenil (MDF) yang merupakan ciri penting dari berbagai senyawa yang
bersifat sebagai sinergis insektisida (Bernard et al. 1990). Senyawa
yang memiliki gugus MDF dapat menghambat aktivitas enzim polisubstrat
monooksigenase (PSMO) yang berperan dalam menurunkan daya racun senyawa atau
metabolit toksik di dalam tubuh. Terhambatnya enzim PSMO dapat mengakibatkan
penumpukan senyawa atau metabolit toksik di dalam tubuh serangga yang akhirnya
dapat mengakibatkan kematian (Bernard et al. 1995).
Gambar 6.
Struktur dilapiol
Hama-Hama Pada
Komoditas Pertanian
Jangkrik
Cengkerik atau jangkrik (Gryllidae)
adalah serangga yang berkerabat dekat dengan belalang, memiliki tubuh rata dan
antena panjang. Jangkrik adalah omnivora, dikenal dengan suaranya yang hanya
dihasilkan oleh cengkerik jantan. Suara ini digunakan untuk menarik betina dan
menolak jantan lainnya. Suara cengkerik ini semakin keras dengan naiknya suhu
sekitar. Di dunia dikenal sekitar 900 spesies cengkerik, termasuk di dalamnya
adalah gangsir. Jangkrik sampai
saat ini masih dianggap sebagai salah satu jenis hama tanaman pertanian karena
sering merusak berbagai jenis tanaman diladang ataupun disawah, terutama
tanaman yang masih muda atau bibit.
Jangkrik termasuk binatang
malam yang umumnya hidup ditanah persawahan, perkebunan, dan di tempat-tempat
terlindung lainnya seperti dibawah bebatuan atau reruntuhan dahan-dahan dan
daun kering dihutan. Makanan utama
jangkrik adalah dedaunan, umbi-umbian, dan sayur-sayuran yang
tumbuh disawah/tegalan, disemak-semak atau dihutan-hutan yang merupakan
habitatnya untuk berkembang biak.
Ulat Penggulung Daun Pisang
(Erionata thrax L.)
Kupu-kupu dari famili ini kebanyakan berwarna kusam dan
monoton. Khusus
menyerang pohon pisang di seluruh dunia. Di Asia Tenggara, menjadi hama penting dalam menyerang
tanaman pisang. Segala jenis pisang diserang, dari pisang untuk bahan baku
industri, konsumsi, hingga elemen penghias. Larva muda memotong
miring tepi daun lalu menggulungnya membentuk tabung kecil. Seluruh siklus
hidupnya terjadi di dalam gulungan daun. Didalam gulungan, ulat memakan daun
hingga habis. Selanjutnya, ulat berpindah ke tempat lain melakukan hal serupa,
bahkan cenderung membuat gulungan lebih besar. Pola itu diulang terus hingga ulat
tumbuh dewasa dan menyelimuti tubuh dengan lilin. Selanjutnya, ia menjadi pupa
dan kupu-kupu yang
terbang aktif di sore dan pagi hari.
Perkembangan satu siklus membutuhkan waktu 5-6 minggu.
Kupu-kupu betina bertelur pada malam hari. Telur diletakkan pada daun utuh dan
berkelompok dengan jumlah 25 butir. Setelah menetas, larva akan tumbuh pesat
hingga akhirnya menjadi pupa dan serangga kupu-kupu.
Gambar 7. Larva
Ulat Erionata thrax
III.
METODOLOGI
3.1
Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini
antara lain, gelas ukur, spryer, gelas preparat, hama sasaran (jangkrik, keong,
belalang, ulat), dan ekstrak tanaman pestisida.
3.2.
Metode
Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah metode kontak langsung dan
melalui umpan. Metode kontak langsung, yaitu dengan cara menyemprotkan langsung
pestisida pada hama sasaran menggunakan penyemprot tangan (hand sprayer)
sampai seluruh tubuh hama basah oleh pestisida. Cara ini
dilakukan untuk mengetahui cara masuk racun ke dalam tubuh hama melalui kulit tubuh (racun kontak).
Cara yang kedua adalah dengan merendam umpan dalam larutan pestisida untuk selanjutnya diumpankan pada hama sasaran. Cara ini dilakukan
untuk mengetahui cara masuk racun ke dalam tubuh hama melalui aktivitas makan (racun
perut) (Adharini, G., 2008). Untuk hewan yang hidup dalam air seperti keong maka pengujian dilakukan
dengan merendam hama tersebut dalam wadah dan dberikan air yang ditambahkan
pestisida dengan konsentrasi tertentu. Konsentrasi pestisida yang digunakan
pada pengujian ini adalah: 0 %, 5%, 10%.
3.3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan berdasarkan jenis hama yang menjadi
sasaran pengamatan. Pengamatan dilakukan perjam (Jam Setelah Aplikasi/JSA) dan
perhari (Hari Setelah Aplikasi/HSA). Pengamatan dilakukan dengan melihat ciri
keracunan dan kematian hama sasaran. Keong emas yang keracunan menunjukkan
gejala seperti tidak aktif makan, operkulum tertutup, tidak respon bila
disentuh, dan pada bagian yang tbuh yang lunak terjadi perubahan warna (menjadi
merah kecoklatan). Pada tahap selanjutnya keong mas akan
mati (Wibowo, et. al.).
IV.
HASIL PENGAMATAN
Aplikasi Pada Hama Ulat
Aplikasi pestisida menyebabkan pergerakan ulat melambat.
Dan mengalami peminsangan sementara, kemudian ulat akan mengalami kematian. Hasil
pengamatan mortalitas hama duisajikan pada Tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Hama
Ulat Pasca Aplikasi Pestisida Secara
Kontak Langsung
Formulasi
|
Waktu Pengamatan (Jam Setelah Aplikasi/JSA)
|
|||
1
|
2
|
3
|
18
|
|
0 %
|
0
|
0
|
0
|
0
|
A 5 %
|
2
|
3
|
3
|
5
|
A 10%
|
3
|
3
|
5
|
5
|
B 5 %
|
3
|
3
|
3
|
5
|
B 10%
|
3
|
4
|
4
|
5
|
C 5 %
|
0
|
0
|
1
|
5
|
C 10%
|
0
|
0
|
2
|
5
|
Berdasatkan
hasil pengamatan tingkat kematian ulat
dengan perlakuan pestisida kurang mengalami kematian pada 18 JSA. Pada
perlakuan pestisida A 10% (tuba 10%) pada pengamatan 3 jam setelah aplikasi (JSA)
hama ulat mengalami kematian 100%.
Berdasarkan persentase mortalitas ulat maka terlihat bahwa pestisida
akar tuba lebih efektif diaplikasikan secara tunggal dibandingkan
diformulasikan dengan bahan lain.
Aplikasi Pada Hama Jangkrik
Beberapa saat
setelah aplikasi sistem pernafasan jangkrik seperti terganggu, dengan gejala
pernapasan perut pada jangkrik terlihat terenggah-enggah. Aplikasi pestisida secara
kontak langsung pada hama jangkrik menyebabkan kematian hama pada pengamatan 1
hari setelah aplikasi. Kulit luar jangkrik yang mati terlihat mengelupas.
Diduga pestisida organik yang di uji bersifat sebagai racun kontak. Penggunaan
racun kontak sangat efektif untuk mengendalikan serangga yang menetap dan tidak
tersembunyi (www.hmpn.org).
Bagian kulit yang terkelupas telihat putih
|
Gambar1.
Jangkrik yang Mengalami Kerusakan Fisik.
Jangkrik mengalami
kematian 1 HSA pada perlakuan pestisida A5 %, A10 %, B 10%, dan C 10 %. Pada
perlakuan pestisida C 5% jangkrik mengalami kematian 2 HSA dan pada perlakuan
pestisida B 5% jangkrik mengalami kematian 3 HSA. Hasil pengamatan mortalitas jangkrik
setelah aplikasi pestisida disajikan pda tabel berikut:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Hama
Jangkrik Pasca Aplikasi Pestisida
Secara Kontak Langsung
Formulasi
|
Waktu Pengamatan (Hari Setelah
Aplikasi/JSA)
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
0 %
|
Hidup
|
Hidup
|
Hidup
|
Hidup
|
A 5 %
|
Mati
|
|
|
|
A 10%
|
Mati
|
|
|
|
B 5 %
|
Hidup
|
Hidup*
|
Mati
|
|
B 10%
|
Mati
|
|
|
|
C 5 %
|
Hidup
|
Mati
|
|
|
C 10%
|
Mati
|
|
|
|
Ket: * Pergerakan mulai melambat
Aplikasi
pestisida melalui umpan berupa daun pisang kering yang menjadi makanan bagi
jangkrik. Umpan sebelumnya derendam beberapa menit agar pestisida dapat
terserap dalam umpan tersebut. Setelah direndam umpan dimasukan pada tempat
preparat yang sudah diberikan hama jangkrik.
Kemudian dilakukan pengamatan baik terhadap hama maupun tingkat
kerusakan umpan akibat dimakan oleh jangkrik. Jangkrik mulai mengalami kematian
pada 5 HSA. Kematian jangkrik bisa disebabkan karena hama jangkrik menghentikan
konsumsi umpan (pestisida yang diaplikasikan bersifat antifeedant). Terlihat
bahwa hama jangkrik hanya mendekati tetapi tidak memakan umpan dan hanya
sedikit terjadi kerusakan pada umpan (<5%).
Tabel 3. Hasil Pengamatan Hama
Jangkrik Pasca Aplikasi Pestisida
Melalui Umpan
Formulasi
|
Waktu Pengamatan (Hari Setelah
Aplikasi/HSA)
|
||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
|
0 %
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
A 5 %
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
M
|
|
|
|
A 10%
|
-
|
-
|
-
|
-
|
M
|
|
|
|
|
B 5 %
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
M
|
B 10%
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
M
|
|
C 5 %
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
M
|
|
|
C 10%
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
M
|
|
|
|
Aplikasi pada Hama Ulat Penggulung Daun Pisang
Aplikasi pada ulat penggulung daun pisang secara kontak
langsung menyebabkan kematian 3 HSA, hal ini dapat terjadi karena pada tubuh
ulat pisang terselimuti oleh lilin sehingga
cairan pestisida yang diaplikasikan sulit mencapai permukaan kulit ulat
penggulung daun. Pada hama yang demikian aplikasi pestisida sebaiknya dilakukan
sejak awal (sebelum terjadi serangan) sehingga pestisida tersebut dapat bekerja
sebagai refelen (menolak kehadiran serangga terutama disebabkan
bau yang menyengat) dan mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan
proses penetasan telur sehingga akan menghentikan siklus perkembangan ulat
tersebut.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Hama
Ulat Pisang Pasca Aplikasi
Pestisida Secara Kontak Langsung
Formulasi
|
Waktu Pengamatan (Hari Setelah
Aplikasi/HSA)
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|
0 %
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
M
|
|
A 5 %
|
-
|
-
|
M
|
|
|
|
|
A 10%
|
-
|
-
|
M
|
|
|
|
|
B 5
%
|
|
|
|
|
|
|
|
B
10%
|
|
|
|
|
|
|
|
C 5
%
|
|
|
|
|
|
|
|
C 10%
|
-
|
-
|
M
|
|
|
|
|
DAFTAR
PUSTAKA
Adharini, Gus. 2008. Uji Kemampuan Ekstrak Akar Tuba (Derris Elliptica Benth) Untuk
Pengendakian terhadap Rayap Tanah (Captotermes
Cuevignathus Holmgren). Bogor. Skripsi. Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
http://www.hmpn.org. Penggunaan Pestisida. [28 September 2013]
Wibowo, L., Indriyati, dan Solokhin. 2008. Uji aplikasi
ekstrak kasar buah pinang, akar tuba, patah tulang, dan daun nimba terhadap
keong emas (pomaceae sp) di rumah kaca. Jurnal HPT Tropika. Vol. 8. No 1:12-22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar