Selasa, 17 Desember 2013

Pengujian pestisida organik



I.                  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penggunaan pestisida kimia dilingkungan pertanian dalam mengendalikan serangan penggangu tanaman berdampak pada kemunduran kesehatan lingkungan. Residu yang tertinggal didalam tanah sulit larut, meninggalkan residu pada tanaman, air dan udara, penggunaan pestisida kimia secara terus menerus dapat memberikan dampak resistensi terhadap berbagai jenis hama dan berdampak pada kesehatan petani. Dilihat dari dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida kimia, maka perlu dikembangkannya suatu alternatif yang mengarah pada PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dan pengendalian yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dari penggunaan pestisida kimia, adapun pestisida alternatif yang dapat digunakan dan lebih ramah lingkungan yaitu pestisida Nabati dan pestisida Hayati.
Keaneragaman hayati yang ada di alam, selain digunakan sebagai bahan bangunan dan obat-obatan juga bisa digunakan sebagai sumber bahan pestisida nabati. Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bagian tumbuhan tersebut dapat dijadikan pestisida karena kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam bagian tumbuhan tersebut. Senyawa kimia tersebut dapat menjadi racun untuk hama tertentu atau melalui senyawa penghambat. Senyawa penghambat makan dapat menyebabkan serangga menghentikan kegiatanmakannya secara permanen atau sementara. Banyak senyawa tumbuhan baik dalam bentuk ekstrak maupun senyawa murni diketahui memiliki aktivitas penghambat makan terhadap berbagai species serangga. Penghambat makan dari kelompok terpenoid yang paling dikenal ialah azadirakhtin yang merupakan senyawa insektisida utama dari tanaman mimba. Famili tumbuhan yang dilaporkan memiliki aktivitas terhadap serangga di antaranya Meliaceae, Annonaceae, Asteraceaae, Piperaceae dan Clusiaceae (Isman 1995).
Fungsi-fungsi dari pestisida nabati, antara lain refelen (menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat), antifidan (menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang pahit), mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur, racun syaraf, mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga, attraktan (sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap) (Thamrin, et al., 2006).  

1.2 Tujuan
            Adapun pengujian ini bertujuan untuk mempelajari keefektifan berbagai folmulasi pestisida terhadap hama sasaran.



II.               TINJAUAN PUSTAKA

Pestisida Nabati
Menurut Permentan tahun 2007, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; memberantas rerumputan; mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak; memberantas atau mencegah hama-hama air; memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan atau memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Tanaman yang Berpotensi sebagai Pestisida Nabati
Akar Tuba
Klasifikasi Tanaman Tuba
                Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica (Roxb.) Benth. Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di ladang-ladang yang sudah ditinggalkan. Nama daerah tanaman tuba adalah tuba jenu (Karo), tuba (Toba), tuba (Sunda), tuba jenung (Simalungun), tuba (jawa).
Kerajaan          : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Fabales
Famili              : Fabaceae
Genus              : Derris
Spesies            : D. elliptica


Kandungan Kimia Tanaman
Bagian tanaman tuba yang sangat beracun adalah akar. Akar ditumbuk dan dilarutkan dalam air. Larutan tuba tersebur digunakan sebagai bahan aktif pestisda nabati. Racun akar tuba dikenal dengan derrids, sekarang lebih dikenal dengan rotenone. Rotenon bekerja sebagai racun sel yang sangat kuat (insektisida) dan sebagai antifeedant yang menyebabkan serangga berhenti makan. Kematian serangga terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah terkenal rotenone. Rotenon dapat dicampur dengan piretrin/belerang. Rotenon adalah racun kontak (tidak sistemik) berspektrum luas dan sebagai racun perut. Rotenon dapat digunakan sebagai moluskisida (untuk moluska), insektisida (untuk serangga) dan akarisida (tungau). Untuk mamalia akan keracunan bila termakan dan tidak berefek pada kulit. Tuba beracun pada ikan. Tuba tidak beracun bagi lebah.
Gambar 1. Stuktur Rotenone

Sirsak
Klasifikasi Tanaman Sirsak
Sirsak (Annona muricata Linn.) termasuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh dan berbuah sepanjang tahun. Habitat sirsak mulai dari daratan rendah beriklim kering sampai daerah basah dengan ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Klasifikasi tanaman sirsak, yaitu :
Kingdom          : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Class                : Dicotyledoneae
Ordo                 : Ranales
 Family            : Annonaceae
Genus              : Annona
Spesies             : Annona muricata L.
Tanaman memiliki ketinggian mencapai 8-10 meter dan diameter batang 10-30 cm. Daun berbentuk bulat telur terbalik, berwarna hijau muda sampai hijau tua, ujung daun meruncing, pinggiran rata dan permukaan daun mengkilap. Bunga tunggal dengan banyak putik (bunga berpistil majemuk). Buah sejati berganda buah memiliki duri sisik halus. apabila sudah tua daging buah berwarna putih, dan berserat dengan banyak biji berwarna coklat kehitaman (Radi, 1998 dalam Universitas Sumatera Utara, 2011).
Kandungan Kimia Tanaman
Kandungan daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewan sebagai anti feedent (menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang pahit) sedangkan konsentrasi rendah, bersifat racun perut (Septerina, 2002 dalam Jannah, 2010). Acetogenin adalah senyawa polyketides dengan struktur 30–32 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 5-methyl-2-furanone. Rantai furanone dalam gugus hydrofuranone pada C23 memiliki aktifitas sitotoksik, dan derivat acetogenin yang berfungsi sitotoksik adalah asimicin, bulatacin, dan squamocin (Shidiqi et al., 2008 dalam Jannah, 2010). Squamocin mampu menghambat transport elektron pada sistem respirasi sel, sehingga menyebabkan gradien proton terhambat dan cadangan energi tidak dapat membentuk ATP Mitsui et al. (1991). Bulatacin diketahui menghambat kerja enzim NADH-ubiquinone reduktase yang diperlukan dalam reaksi respirasi di mitokondria (Panji, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Rislansyah (2000) dalam Jannah (2010) menunjukkan bahwa jentik Anopheles aconitus mencapai tingkat kematian sebesar 100% dengan konsentrasi sebesar 0,13%. Simanjutak (2007) dalam Jannah (2010) juga menjelaskan bahwa ekstrak bubuk dan sirsak dapat digunakan untuk mengendalikan hama rayap.




                   
Gambar 2. Strukrur  Acetogenin         Gambar 3. Strukrur  Bulatacin

Pinang
Klasifikasi Tanaman Pinang           
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Liliopsida
Ordo                : Arecales
Family             : Arecaceae
Genus              : Areca
Species            : Areca catechu L.
Pohon berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi 10-30 m, diameter 15-20 cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm, tangkai daun pendek. Panjang helaian daun 1-1,8 m, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi. Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap. Buahnya buah buni, bulat telur memanjang, panjang 3,5-7 cm, dinding buah berserabut, bila masak warnanya merah oranye (IPTEK, 2005)

Kandungan Kimia Tanaman
Pinang (Areca cathecu) termasuk salah satu dalam jenis moluskisida untuk hama sasaran siput murbai atau keong emas (Pomacea canaliculata Lamarck). Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti Arekolin (C8 H13 NO2), arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine. Arekolin yang toksik, bertindak sebagai dadah nikotin ke atas sistem saraf. Kematian disebabkan oleh terhentinya pernafasan. Ekstrak etanolik biji buah pinang mengandung tanin terkondensasi, tannin terhidrolisis, flavan, dan senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak menguap, serta garam (Wang and Lee, 1996).

Tembakau
Klasifikasi Tanaman Tembakau
Tanaman tembakau (Nicotianae tabacum L) termasuk genus Nicotinae, serta famili Solanaceae. Susunan taksonomi Nicotianae tabacum L sebagai berikut (Ditjenbun 2009):
Famili              : Solanaceae
Subfamili         : Nicotianae
Genus              : Nicotiana
Subgenus         : Tabacum
Kandungan Kimia Tanaman
Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati adalah batang dan daunnya. Senyawa yang dikandung adalah nikotin. Nikotin ini tidak hanya racun untuk manusia, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk racun serangga. Daun tembakau kering mengandung 2 – 8 % nikotin. Nikotin merupakan racun syaraf yang bereaksi cepat. Nikotin berperan sebagai racun kontak bagi serangga sehingga efektif untuk mengendalikan hama pengisap juga serangga seperti: ulat perusak daun, aphids, triphs, dan pengendali cendawan (fungisida) (Deptan 2011). Nikotin murni merupakan hasil ekstraksi tembakau yang sangat beracun bagi hewan berdarah panas dan dipasaran dalam bentuk  nikotin  sulfat  dengan  konsentrasi  40%  cairan.  Nikotin  digunakan untuk  membasmi  berbagai  jenis serangga  kecil  seperti  kutu daun (afid),  lalat, belalang, dan ulat (Cruces, 2005). Hal tersebut dikarenakan nikotin merupakan jenis racun kuat (potent nerve poison) (wikipedia, 2007).
                             
                                      


Gambar 4. Struktur nikotin
Cengkeh

Klasifikasi Tanaman Cengkeh        
Cengkeh (Syzygium aromaticum) dapat tumbuh di daratan rendah sampai dengan ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Balittro (1997) menjelaskan klasifikasi tanaman cengkeh yaitu:
Kingdom         : Spermathophyta
Sudivisi           : Angiospermae
Klasis              : Dicotyledoneae
Subklasis         : Dialypetaeles
Bangsa                        : Myrtales
Suku                : Myrtaceae
Marga              : Eugenia/Syzygium
Jenis                : Eugenia aromaticum L.
Cengkeh termasuk jenis tumbuhan perdu dengan tinggi tanaman dapat mencapai 20-30 meter. Daun cengkeh berwarna hijau dengan bentuk bulat telur memanjang  dan pangkalnya menyudut, rata-rata mempunyai ukuran lebar berkisar 2-3 cm dan panjang daun tanpa tangkai berkisar 7.5 -12.5 cm. Bunga muda cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian berubah menjadi kuning kehijau-hijauan dan selanjutnya menjadi merah muda apabila sudah tua. Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun (IPTEK, 2005).

Kandungan Kimia Tanaman
Bunga cengkeh mengandung senyawa kimia berupa eugenol, asam oleanolat, asam galotanat, fenilin, karyofilin, resin dan gom (IPTEK, 2005). Eugenol menjadi salah satu komponen kimia dalam minyak cengkeh yang memberikan bau dan aroma yang khas pada minyak cengkeh. Kadar eugenol pada minyak daun cengkih mencapai 70%, sedangkan pada bunga cengkih bisa mencapai 90%. Eugenol murni merupakan cairan tidak berwarna, atau berwarna kuning-pucat, berbau, keras, dan mempunyai rasa pedas. Mempunyai rumus molekul C10H1202 dengan bobot molekulnya adalah 164.20 dan titik didih 250-255°C. Eugenol mudah berubah menjadi kecoklatan apabila dibiarkan di udara terbuka. Eugenol merupakan suatu  alkohol siklis monohidroksi atau fenol sehingga dapat bereaksi dengan basa kuat.
Gambar 5. Struktur Eugenol

Kandungan minyak atsiri eugenol pada bunga cengkeh  memiliki sifat anti nematoda (Djiwanti, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa eugenol efektif mengendalikan nematoda, jamur patogen, bakteri, dan serangga hama (Sinar Tani, 2010). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak mimba dan cengkeh dapat menghambat pertumbuhan jamur patogenik F. oxysporum, F. solani, R. lignosis, P. capsici, S. Roflsii dan R. solani (Manohara et al., 1994; Tombe et al., l992; Tombe et al., l995), Thielaviopsis paradoksa (Gowda, l997). Kombinasi penggunaan produk cengkeh dan kompos limbah tanaman telah terbukti dalam mengendalikan penyakit busuk batang panili (BBP) antara 75 – 85%. Wahyono et al. (l996) menunjukkan bahwa penggunaan produk cengkeh dapat menekan serangan P. capsic 60.5 – 70.9% dengan produksi lebih kurang 2.5 kali dari tanpa perlakuan. Kombinasi penggunaan fungisida nabati (cengkeh dan nimba) disertai pemberian pupuk organik yang telah diperkaya dengan agensia hayati (Bacillus sp., Trichoderma sp. dan Cytopaga sp.) dapat menekan serangan penyakit  busuk jamur akar putih 47 - 80% (Tombe, 2008).

Sirih
Klasifikasi Tanaman Sirih
Habitat sirih pada ketinggian mencapai  900 m dpl, curah hujan 2250 - 4750 mm per tahun, beririgasi baik dan jenis tanah lempung dan kaya bahan organik dengan pH 7 - 7.5. Klasifikasi sirih, antara lain (Anonim, 2008) :
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
 Sub Kelas       : Magnoliidae
Ordo                : Piperales
Famili              : Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus              : Piper
Spesies            : Piper caducibracteum C.DC

Kandungan Kimia Tanaman
Ekstrak heksana daun P. aduncum pada konsentrasi 1-20 mg/ml mengakibatkan kematian larva caplak Rhipicephalus microplus, parasit pada ternak seperti sapi, keledai, kuda, dan domba, sebesar 11,4%-70,42% dengan LC50 9,30 mg/ml dan pada konsentrasi 5-100 mg/ml menghambat reproduksi imago sebesar 12,5%-54,2%. Perlakuan lainnya dengan minyak atsiri daun P. aduncum pada konsentrasi 0,1 mg/ml mengakibatkan kematian larva caplak tersebut sampai 100% (Silva et al. 2009).
Senyawa dilapiol memiliki gugus metilendioksifenil (MDF) yang merupakan ciri penting dari berbagai senyawa yang bersifat sebagai sinergis insektisida (Bernard et al. 1990). Senyawa yang memiliki gugus MDF dapat menghambat aktivitas enzim polisubstrat monooksigenase (PSMO) yang berperan dalam menurunkan daya racun senyawa atau metabolit toksik di dalam tubuh. Terhambatnya enzim PSMO dapat mengakibatkan penumpukan senyawa atau metabolit toksik di dalam tubuh serangga yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Bernard et al. 1995).
                                                    
                                    Gambar  6.  Struktur dilapiol

Hama-Hama Pada Komoditas Pertanian

Jangkrik

Cengkerik atau jangkrik (Gryllidae) adalah serangga yang berkerabat dekat dengan belalang, memiliki tubuh rata dan antena panjang. Jangkrik adalah omnivora, dikenal dengan suaranya yang hanya dihasilkan oleh cengkerik jantan. Suara ini digunakan untuk menarik betina dan menolak jantan lainnya. Suara cengkerik ini semakin keras dengan naiknya suhu sekitar. Di dunia dikenal sekitar 900 spesies cengkerik, termasuk di dalamnya adalah gangsir. Jangkrik sampai saat ini masih dianggap sebagai salah satu jenis hama tanaman pertanian karena sering merusak berbagai jenis tanaman diladang ataupun disawah, terutama tanaman yang masih muda atau bibit. Jangkrik termasuk binatang malam yang umumnya hidup ditanah persawahan, perkebunan, dan di tempat-tempat terlindung lainnya seperti dibawah bebatuan atau reruntuhan dahan-dahan dan daun kering dihutan. Makanan utama jangkrik adalah dedaunan, umbi-umbian, dan sayur-sayuran yang tumbuh disawah/tegalan, disemak-semak atau dihutan-hutan yang merupakan habitatnya untuk berkembang biak.

Ulat Penggulung Daun Pisang (Erionata thrax L.)
Kupu-kupu dari famili ini kebanyakan berwarna kusam dan monoton. Khusus menyerang pohon pisang di seluruh dunia. Di Asia Tenggara, menjadi hama penting dalam menyerang tanaman pisang. Segala jenis pisang diserang, dari pisang untuk bahan baku industri, konsumsi, hingga elemen penghias. Larva muda memotong miring tepi daun lalu menggulungnya membentuk tabung kecil. Seluruh siklus hidupnya terjadi di dalam gulungan daun. Didalam gulungan, ulat memakan daun hingga habis. Selanjutnya, ulat berpindah ke tempat lain melakukan hal serupa, bahkan cenderung membuat gulungan lebih besar. Pola itu diulang terus hingga ulat tumbuh dewasa dan menyelimuti tubuh dengan lilin. Selanjutnya, ia menjadi pupa dan kupu-kupu yang terbang aktif di sore dan pagi hari.
Perkembangan satu siklus membutuhkan waktu 5-6 minggu. Kupu-kupu betina bertelur pada malam hari. Telur diletakkan pada daun utuh dan berkelompok dengan jumlah 25 butir. Setelah menetas, larva akan tumbuh pesat hingga akhirnya menjadi pupa dan serangga kupu-kupu.
Gambar 7. Larva Ulat Erionata thrax




III.             METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan
            Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain, gelas ukur, spryer, gelas preparat, hama sasaran (jangkrik, keong, belalang, ulat), dan ekstrak tanaman pestisida.

3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah metode kontak langsung dan melalui umpan. Metode kontak langsung, yaitu dengan cara menyemprotkan langsung pestisida pada hama sasaran menggunakan penyemprot tangan (hand sprayer) sampai seluruh tubuh hama basah oleh pestisida. Cara ini dilakukan untuk mengetahui cara masuk racun ke dalam tubuh hama melalui kulit tubuh (racun kontak). Cara yang kedua adalah dengan merendam umpan dalam larutan pestisida untuk selanjutnya diumpankan pada hama sasaran. Cara ini dilakukan untuk mengetahui cara masuk racun ke dalam tubuh hama melalui aktivitas makan (racun perut) (Adharini, G., 2008). Untuk hewan yang hidup dalam air seperti keong maka pengujian dilakukan dengan merendam hama tersebut dalam wadah dan dberikan air yang ditambahkan pestisida dengan konsentrasi tertentu. Konsentrasi pestisida yang digunakan pada pengujian ini adalah: 0 %, 5%, 10%.

3.3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan berdasarkan jenis hama yang menjadi sasaran pengamatan. Pengamatan dilakukan perjam (Jam Setelah Aplikasi/JSA) dan perhari (Hari Setelah Aplikasi/HSA). Pengamatan dilakukan dengan melihat ciri keracunan dan kematian hama sasaran. Keong emas yang keracunan menunjukkan gejala seperti tidak aktif makan, operkulum tertutup, tidak respon bila disentuh, dan pada bagian yang tbuh yang lunak terjadi perubahan warna (menjadi merah kecoklatan). Pada tahap selanjutnya keong mas akan mati (Wibowo, et. al.).


IV.                         HASIL PENGAMATAN

Aplikasi Pada Hama Ulat
          Aplikasi pestisida menyebabkan pergerakan ulat melambat. Dan mengalami peminsangan sementara, kemudian ulat akan mengalami kematian. Hasil pengamatan mortalitas hama duisajikan pada Tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Hama  Ulat  Pasca Aplikasi Pestisida Secara Kontak Langsung
Formulasi
Waktu Pengamatan (Jam Setelah Aplikasi/JSA)
1
2
3
18
 0 %
0
0
0
0
A 5 %
2
3
3
5
 A 10%
3
3
5
5
B 5 %
3
3
3
5
 B 10%
3
4
4
5
C 5 %
0
0
1
5
 C 10%
0
0
2
5

            Berdasatkan hasil pengamatan  tingkat kematian ulat dengan perlakuan pestisida kurang mengalami kematian pada 18 JSA. Pada perlakuan pestisida A 10% (tuba 10%) pada pengamatan 3 jam setelah aplikasi (JSA) hama ulat mengalami kematian 100%.  Berdasarkan persentase mortalitas ulat maka terlihat bahwa pestisida akar tuba lebih efektif diaplikasikan secara tunggal dibandingkan diformulasikan dengan bahan lain.

Aplikasi Pada Hama Jangkrik
Beberapa saat setelah aplikasi sistem pernafasan jangkrik seperti terganggu, dengan gejala pernapasan perut pada jangkrik terlihat terenggah-enggah. Aplikasi pestisida secara kontak langsung pada hama jangkrik menyebabkan kematian hama pada pengamatan 1 hari setelah aplikasi. Kulit luar jangkrik yang mati terlihat mengelupas. Diduga pestisida organik yang di uji bersifat sebagai racun kontak. Penggunaan racun kontak sangat efektif untuk mengendalikan serangga yang menetap dan tidak tersembunyi (www.hmpn.org).
Bagian kulit yang terkelupas telihat putih
Gambar1. Jangkrik yang Mengalami Kerusakan Fisik.

Jangkrik mengalami kematian 1 HSA pada perlakuan pestisida A5 %, A10 %, B 10%, dan C 10 %. Pada perlakuan pestisida C 5% jangkrik mengalami kematian 2 HSA dan pada perlakuan pestisida B 5% jangkrik mengalami kematian 3 HSA. Hasil pengamatan mortalitas jangkrik setelah aplikasi pestisida disajikan pda tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Pengamatan Hama  Jangkrik  Pasca Aplikasi Pestisida Secara Kontak Langsung
Formulasi
Waktu Pengamatan (Hari Setelah Aplikasi/JSA)
1
2
3
4
0 %
Hidup
Hidup
Hidup
Hidup
A 5 %
Mati



 A 10%
Mati



B 5 %
Hidup
Hidup*
Mati

 B 10%
Mati



C 5 %
Hidup
Mati


 C 10%
Mati



Ket: * Pergerakan mulai melambat

            Aplikasi pestisida melalui umpan berupa daun pisang kering yang menjadi makanan bagi jangkrik. Umpan sebelumnya derendam beberapa menit agar pestisida dapat terserap dalam umpan tersebut. Setelah direndam umpan dimasukan pada tempat preparat yang sudah diberikan hama jangkrik.  Kemudian dilakukan pengamatan baik terhadap hama maupun tingkat kerusakan umpan akibat dimakan oleh jangkrik. Jangkrik mulai mengalami kematian pada 5 HSA. Kematian jangkrik bisa disebabkan karena hama jangkrik menghentikan konsumsi umpan (pestisida yang diaplikasikan bersifat antifeedant). Terlihat bahwa hama jangkrik hanya mendekati tetapi tidak memakan umpan dan hanya sedikit terjadi kerusakan pada umpan (<5%).
Tabel 3. Hasil Pengamatan Hama  Jangkrik  Pasca Aplikasi Pestisida Melalui Umpan
Formulasi
Waktu Pengamatan (Hari Setelah Aplikasi/HSA)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 %
-
-
-
-
-
-
-
-
-
A 5 %
-
-
-
-
-
M



A 10%
-
-
-
-
M




B 5 %
-
-
-
-
-
-
-
-
M
B 10%
-
-
-
-
-
-
-
M

C 5 %
-
-
-
-
-
-
M


C 10%
-
-
-
-
-
M




Aplikasi pada Hama Ulat Penggulung Daun Pisang
            Aplikasi pada ulat penggulung daun pisang secara kontak langsung menyebabkan kematian 3 HSA, hal ini dapat terjadi karena pada tubuh ulat pisang terselimuti oleh lilin sehingga cairan pestisida yang diaplikasikan sulit mencapai permukaan kulit ulat penggulung daun. Pada hama yang demikian aplikasi pestisida sebaiknya dilakukan sejak awal (sebelum terjadi serangan) sehingga pestisida tersebut dapat bekerja sebagai refelen (menolak kehadiran serangga terutama disebabkan bau yang menyengat) dan mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur sehingga akan menghentikan siklus perkembangan ulat tersebut.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Hama  Ulat Pisang  Pasca Aplikasi Pestisida Secara Kontak Langsung
Formulasi
Waktu Pengamatan (Hari Setelah Aplikasi/HSA)
1
2
3
4
5
6
7
0 %
-
-
-
-
-
M

A 5 %
-
-
M




A 10%
-
-
M




B 5 %







B 10%







C 5 %







C 10%
-
-
M








DAFTAR PUSTAKA

Adharini, Gus. 2008. Uji Kemampuan Ekstrak Akar Tuba (Derris Elliptica Benth) Untuk Pengendakian terhadap Rayap Tanah (Captotermes Cuevignathus Holmgren). Bogor. Skripsi. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

http://www.hmpn.org. Penggunaan Pestisida. [28 September 2013]

Wibowo, L., Indriyati, dan Solokhin. 2008. Uji aplikasi ekstrak kasar buah pinang, akar tuba, patah tulang, dan daun nimba terhadap keong emas (pomaceae sp) di rumah kaca. Jurnal HPT Tropika. Vol. 8. No 1:12-22





Tidak ada komentar:

Posting Komentar