from http://ujianoke.blogspot.com/2013/04/pestisida-i.html
Rabu, 10 April 2013 [24-12-13]
Pendahuluan
DASAR PENGGUNAAN PESTISIDA
Legal:
- UU No. 12/1992
(Sistem Budidaya Tanaman)
- Peraturan Pemerintah No. 6/1995
(Perlindungan Tanaman)
Benar:
-Sesuai metode aplikasi (efektivitas)
-Sesuai sasaran
Bijaksana:
Prinsip PHT
-Risk management (keamanan)
-Efisien (tenaga kerja, biaya, dan waktu
UNDANG-UNDANG
NO.12 TAHUN 1992
TENTANG SISTEM
BUDIDAYA TANAMAN
Bagian keenam:
Perlindungan Tanaman
1.
Pasal 20 : - Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem
pengendalian hama terpadu
- Pelaksanaan perlindungan
tanaman menjadi tanggung jawab
masyarakat dan pemerintah
2.
Pasal 21: Perlindungan tanaman
dilaksanakan melalui kegiatan (1) pencegahan
masuknya OPT dari luar (2)
pengendalian OPT, dan (3) eradikasi OPT
- Pasal 22 : Pelaksanaan pengendalian oleh perorangan atau lembaga dilarang
menggunakan sarana yang
mengganggu atau mengancam keselamatan
manusia, sumberdaya alam
dan lingkungan hidup
PERATURAN
PEMERINTAH NO. 6 TAHUN 1995
TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN
BAB I: Ketentuan
Umum
1.
Pasal 2 :
Perlindungan tanaman dilaksanakan pada masa pratanam,
pertumbuhan tanaman dan
masa pascapanen.
2.
Pasal 3 : Sama dengan Pasal 21 UU No. 12/1992.
3.
Pasal 10: Berbagai teknik/strategi pengendalian
termasuik pestisida.
4.
Pasal 15 : Penggunaan pestisida utk OPT harus tepat
guna.
5.
Pasal 19 : Penggunaan pestisida sebagai alternatif
terakhir dengan
dampak minimal.
REGISTRASI
PESTISIDA
Pemohon
Penerimaan dokumen
lengkap dan benar
-Syarat administrasi
-Syarat toksikologi
Evaluasi
Diterima
-Izin percobaan
Evaluasi uji mutu
Diterima
-penyegelan
Pengujian efikasi
dan toksisitas
Evaluasi
Keputusan Menteri
Pertanian
KELEBIHAN PENGGUNAAN PESTISIDA
Praktis
Efisien
Efektif
Mudah didapat
Tidak perlu keahlian tinggi
Hasil pengendalian cepat dievaluasi
KEKURANGAN PENGGUNAAN PESTISIDA
Efektivitas bergantung pada cuaca
Banyak bersifat broad spectrum
Resistensi
Resurjensi
Pencemaran lingkungan
Kesehatan masyarakat
Fitotoksisitas
BIAYA PESTISIDA
DALAM USAHA TANI
1.
Bawang merah: 25-30%
2.
Cabai : 30%
3.
Kentang : 25-40%
4.
Kubis : 25%
5.
Padi : 20%
6.
Tomat : 30-35%
7.
Bawang daun: 20-25%
PESTISIDA
Pertanian arti luas
Konstruksi bangunan
Rumah tangga/kesehatan
Karantina
Gudang penyimpanan
Ekspor/impor
PERUBAHAN SIKAP
DALAM PEMILIHAN
PESTISIDA
Jenis tanaman
Peraturan/Undang-undang
Keampuhanpestisida
Jenis hama/patogen
Keamanan
Ekonomi
Persepsi masyarakat
Mengapa pestisida?
•
Teknologi telah lahir sejak
ratusan tahun lalu
•
Dapat menyesuaikan dengan
perkembangan organisme sasaran
•
Perkembangan paling maju
•
Penggunaan paling praktis
•
Secara umum lebih efisien
Indonesia?
•
Iklim yang mendukung perkembangan
OPT
•
Teknologi lain masih terbatas
•
Sektor pertanian masih dominan
•
Kebutuhan produk pertanian tinggi
•
Kualitas produk pertanian makin
tinggi
•
Jumlah dan keragaman hama tinggi
Isu-Isu yang Muncul
1.
Isu residu
2.
Resistensi dan pencemaran
lingkungan
3.
Daya beli rendah
4.
Data-data statistik belum akurat
5.
Law enforcement rendah
What is Pestisida?
•
Asal kata:
pest = hama dan cide = membunuh
•
Senyawa
kimia yang dirancang untuk mempengaruhi fisiologi dan tingkah laku suatu
organisme
•
Senyawa
kimia yang memenuhi syarat dapat digunakan sebagai agens pengendalian hama
•
Senyawa
kimia yang digunakan untuk merusak, mencegah atau mengendalikan hama termasuk
menolak, menarik dan mengatur pertumbuhan tanaman
•
Senyawa
kimia yang digunakan untuk mengendalikan, mencegah, merusak, menolak atau
melemahkan hama (FIFRA)
PESTISIDA
Definisi (mengacu pada definisi yang diberikan oleh Deptan, RI)
Pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain atau jasad renik atau
virus yang dipergunakan untuk:
- memberantas atau mencegah
hama dan penyakit tanaman atau bagian
tanaman atau hasil pertanian
- memberantas rerumputan
- mematikan daun dan mencegah
pertumbuhan yang tak diinginkan
- mengatur atau merangsang
pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman
tidak termasuk pupuk
- memberantas atau mencegah hewan-hewan luar
pada hewan-hewan
piaraan dan ternak
- memberantas atau mencegah
hama-hama air
- memberantas atau mencegah
binatang-binatang atau jasad renik
dalam bangunan atau rumah
tangga dan dalam alat-alat pengangkutan
-memberantas atau mencegah
binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang
yang perlu dilindungi dengan pengunaan pada tanaman, tanah, atau air
Definisi dan komponen pestisida dapat berbeda antarnegara
FORMULASI PESTISIDA
CAMPURAN BAHAN AKTIF (active ingredient) DAN BAHAN TAMBAHAN (adjuvant)
KEPRAKTISAN DALAM APLIKASI
KEAMANAN TRANSPORTASI, PENYIMPANAN, PENGGUNAAN, DAN TANAMAN
MENAMBAH EFEKTIVITAS
EFISIENSI
Fungsi Bahan Tambahan
-Sebagai emulsifier
-Sebagai pelarut
-Sebagai pembasah
-Sebagai antibusa
-Sebagai perata
-Sebagai perekat
-Sebagai antigumpal
-Sebagai pembawa
-Sebagai pewarna
-Sebagai pembau
BAHAN TAMBAHAN
Bahan yang ditambahkan pada bahan aktif sehingga dapat menambah
keefektifan pestisida tersebut
Jenis bahan tambahan
–
Pengemulsi
(emulsifier)
–
Pembasah
(wetting agent)
–
Pelarut
(solvent)
–
Antibusa
(defoamer)
–
Perekat
(sticker)
–
Pewarna
(coloring agent)
–
Minyak
(oil)
–
Penstabil
(stabilizer)
BERBAGAI BENTUK FORMULASI
•
EC (emulsifiable
concentrate)
•
DC (dispersible
concentrate)
•
SC (suspension
concentrate)
•
CS (capsule
suspension)
•
SP (soluble
powder)
•
SG (soluble
granule)
•
AS (aqueous
solution)
•
GR (granule/G)
•
DP (dustable
powder/D)
•
UL (ultra
low volume/ULV)
•
WP (wettable
powder)
•
OP (oil
dispersible powder)
•
FC (flowable
concentrate/F)
•
RB
(ready-mix bait)
•
AE (aerosol
dispenser)
•
SL (soluble
liquid)/WSC (water soluble concentrate)
PENGGOLONGAN PESTISIDA
Berdasarkan sifat fisik
Padatan (butiran, tepung, pasta, pelet, blok)
Cairan
Gas: aerosol, fumigan
Berdasarkan kelompok organisme sasaran
–
Insektisida
dengan sasaran serangga
–
Fungisida
dengan sasaran cendawan
–
Bakterisida
dengan sasaran bakteri
–
Herbisida
dengan sasaran gulma
–
dll
Berdasarkan pengaruh pada sasaran
Kematian/mortalitas
Penghambat makan
Pengatur pertumbuhan
Pemandulan,dll
Berdasarkan bentuk formulasi
–
Pestisida
secara umum dalam bentuk formulasi
–
Formulasi
adalah campuran bahan aktif dengan bahan tambahan (adjuvant)
–
Formulasi
untuk keamanan pada aplikasi,tanaman dan lingkungan, kepraktisan, efisiensi,
kemudahan dalam penanganan, transportasi dan penyimpanan
Berdasarkan senyawa kimia
Anorganik (arsen, belerang)
Hidrokarbon berklor (DDT, endrin)
Organofosfat (paration, klorpirifos)
Karbamat (karbofuran, metomil)
Piretroid (deltametrin, sipermetrin)
Mikroba (Bacillus thuringiensis, Metarhizium anisopliae)
Botani (azadiraktin, rotenon)
Berdasarkan cara masuk ke organisme
–
Racun
kontak
–
Racun
perut pada serangga
–
Racun
fumigan
–
Racun
sistemik
–
Racun
translaminar
FISIKO-KIMIA INSEKTISIDA
•
Sifat
bahan aktif
–
Fisik
(bentuk, warna, massa jenis, dll)
–
Kimia
(stabilitas, kompatibilitas, dll)
–
Biologi
(toksisitas thd sasaran dan lainnya)
SIFAT FISIK
•
Bentuk
–
Padat
atau kristal
–
cairan
•
Warna
–
Ada
senyawa yang berwarna
–
Ada
senyawa tak berwarna
•
Titik
cair/titik didih
–
Menunjukkan
suhu/temperatur untuk mendidih atau mencair
–
Berguna
untuk menjaga mutu insektisida
•
Massa
jenis
–
Perbandingan
massa dengan volume
–
Untuk
pengukuran dosis yang tepat
•
Tekanan
uap
–
Suatu
tekanan yang menyebabkan insektisida menguap
–
Menunjukkan
kesetabilan dan tingkat ketahanan/persistensi
•
Kelarutan/solubilitas
–
Penentuan
pelarut
–
Penentuan
jenis formulasi
•
Keasaman
(pH)
SIFAT KIMIA
•
Stabilitas/kestabilan
–
Kemudahan
terurai (fisik atau biologi) --------- struktur kimia
–
Perubahan
fase tapi struktur sama ---------fumigan
–
Stabilitas/kestabilan
tinggi----------polusi
•
Kompatibilitas/Kesesuaian
–
Sinergisme
–
Antagonisme
–
Netral
SIFAT BIOLOGI
•
Toksisitas
terhadap organisme sasaran
–
Dosis/konsentrasi
–
Aktivitas
biologi
–
Kisaran
organisme sasaran (spektrum)
–
Cara kerja
insektisida/pestisida
•
Toksisitas
terhadap organisme bukan sasaran
–
Organisme
tanah
–
Organisme
perairan
–
Predator,
parasitoid, penyerbuk
–
Mamalia/hewan
peliharaan
–
Manusia
Toksisitas akut vs toksisitas kronis
Pengertian
— Toksisitas (daya racun) pestisida: kemampuan
suatu pestisida untuk meracuni (menimbulkan pengaruh yang merugikan) organisme
tertentu.
— Bahaya pestisida: fungsi toksisitas dan potensi
terpajan pada pestisida.
— Risiko: peluang terjadinya bahaya keracunan
pada organisme bukan sasaran akibat pajanan pestisida.
— Toksisitas akut: pengaruh meracuni atau
merugikan yang timbul segera setelah pemajanan dengan dosis tunggal suatu pestisida,
atau pemberian dosis ganda dalam waktu ± 24 jam.
— Toksisitas kronis: pengaruh yang merugikan yang
timbul akibat pemberian takaran harian berulang pestisida dalam jumlah sedikit
atau pemajanan pada pestisida yang berlangsung selama sebagian besar rentang
hidup suatu organisme (misal, mamalia), biasanya lebih dari 50%. Periode pemaparan 2 tahun.
SIFAT BIOLOGI (lanjutan)
•
Aktivitas
biologi
–
Kematian
–
Penghambatan
aktivitas makan
–
Penghambatan
perkembangan
–
Penghambatan
aktivitas perkawinan/peneluran
–
Gangguan
pergantian kulit
–
Penurunan
fekunditas
•
Dosis/konsentrasi
–
Dosis
merujuk pada jumlah pestisida/insektisida yang diperlukan per satuan uji
–
Konsentrasi
merujuk pada kandungan suatu bahan dalam campurannya
DOSIS/KONSENTRASI
•
Dosis
–
kg/ha,
g/ha, l/ha, ml/ha
–
µg/serangga,
µl/serangga
–
ml/tanaman,
g/tanaman
–
g/m3,
ml/m3 , g/cm2, ml/cm2
•
Konsentrasi
(ppm, %, g/l, ml/l)
–
Konsentrasi
bahan aktif dalam formulasi
–
Konsentrasi
bahan aktif dalam cairan semprot
–
Konsentrasi
formulasi dalam cairan semprot
Contoh:
Untuk keperluan praktikum,
mahasiswa harus membuat cairan pestisida Curacron 500 EC dengan konsentrasi
0,2% sebanyak 100 ml (asumsikan 1 ml = 1 g).
Berapa ml pestisida dan air yang diperlukan? Dan berapa konsentrasi
bahan aktif dalam cairan semprot?
Jawab:
-0,2% artinya dalam 1 liter atau 1000 ml terdapat 2 ml pestisida
(2 ml/1000 ml) x 100%= 0,2%
Karena yang dibutuhkan hanya 100
ml cairan pestisida maka
Jumlah pestisida yang diperlukan
(100ml/1000ml) x 2 ml = 0,2 ml
-Air yang diperlukan adalah 100 ml – 0,2 ml = 99,8 ml.
-Konsentrasi bahan aktif dalam cairan semprot adalah
(500 ml/1000 ml) x 0,2% = 0,1%
TOKSIKOLOGI INSEKTISIDA
•
Dua mata
pedang, toksik thd organisme juga thd manusia
•
Ilmu racun
yang berkaitan dengan ilmu farmasi atau obat
•
Interaksi
suatu zat/racun dengan organisme ……… dosis
•
Obat dan
racun mempunyai batas (border) yang tipis
•
Dosis yang
menentukan respons (tidak ada respons hingga keracunan)
Syair Paracelsus (1493-1541)
All things are poison
There is nothing which is not
poison
It is the dose
Which makes a thing
safe
Risiko (risk) = tingkat bahaya (hazard) x pajanan (exposure)
Silakan bandingkan:
1.
Gula
2.
Garam
3.
Alkohol
4.
Rokok
5.
Insektisida
Hati-hati
Sakit = genetika + lingkungan +
olah raga + makanan
Genetika: biasanya tiap orang memiliki tingkat risiko tertentu
Lingkungan sehat atau tidak sehat
Olah raga: yang baik tidak harus mahal
Makanan meliputi nilai gizi, pengawet, pewarna, pelunak/pengeras,
penyedap rasa, kaya kandungan tertentu (lemak, purin, garam, gula),
penambah energi dll.
Tingkat Keracunan
•
Toksisitas
pestisida
•
Dosis/konsentrasi
•
Cara masuk
(point of entry)
•
Lama terpaan
Lethal: LD, LC,
LT
Knockdown: KD,
KC
Effective: ED,
EC
Inhibition: ID,
IC
Faktor penentu toksisitas
•
Lama pemajanan
•
Cara
masuk (cara perlakuan) dermal/oral
•
Jenis
spesies
•
Variasi
individu ……. ketahanan berbeda
•
Umur/usia
•
Jenis
kelamin…….. berat badan, ketahanan
•
Suhu
…….. metabolisme
•
Nutrisi …….. sehat atau tidak
•
Kepadatan
populasi
Keamanan Pestisida
Data toksikologi> NOEL (mg/kg berat badan/hari)No observable
effect level
NOEL> ADI (mg/kg berat badan/hari)Acceptable daily intake
Koreksi faktor keamanan (pembagian dengan 100)
ADI x rata-rata berat badan> MPI Maximum permissible intake
Rata-rata konsumsi bahan tertentu
Maximum residue level (theoretical)
PHI Pre-harvest
interval
Insektisida Golongan Organoklorin
•
Suatu
insektisida yang mengandung atom karbon (C), klor (Cl), hidrogen (H),
kadangkala oksigen (O).
•
Nama lain
adalah hidrokarbon berklor.
•
Awalnya
digunakan untuk bidang kesehatan terutama tahun 1940-an hingga 1960-an.
•
DDT
merupakan contoh yang paling klasik yang penggunaannya di beberapa negara
hingga saat ini masih ada.
Sejarah Organoklorin
Sintesis: 1874 (Othmar Zeidler), dan sifat insektisida 1939 (Paul
Müller), dipatenkan 1942 di Swiss, Nobel Prize (1948) bidang farmasi.
-Awalnya untuk pengendalian vektor penyakit malaria.
-Formulasi D (dust) yang pertama kali dibuat.
-Pengembangan selanjutnya untuk bidang pertanian spt pengendalian hama
kutu daun, penggerek batang jagung, lalat buah, dll.
-Kurang efektif untuk serangga dgn tingkat sklerotisasi tinggi.
Sifat Umum Organoklorin
•
Terjadi
bioakumulasi karena dapat tersimpan dalam jaringan lemak suatu organisme.
•
Insektisida
yang bekerja secara luas (broad spectrum).
•
Dengan
sifat tersebut beberapa negara mulai melarang pengunaannya spt Jepang (1971),
Swiss (1970), Amerika Serikat (1973), dan Indonesia (1974, kesehatan 1980).
•
UNDP tahun
2001 masih membolehkan untuk keperluan khusus seperti bidang kesehatan namun
tidak utk bidang pertanian.
Penggolongan/Klasifikasi
Dapat digolongkan menjadi 3
1.
Kelompok
DDT dan analognya
2.
BHC
(benzena heksaklorida)/heksakloroheksana (HCH)
3.
Siklodiena
Penggolongan yang lain membagi menjadi 5
1.
DDT
2.
Lindan
3.
Siklodiena
4.
Toksafen
5.
Klordekon
DDT
•
1,1’-(2,2,2-trikloroetiliden)-bis(4-klorobenzena)
dengan sebutan singkat diklorodifeniltrikloroetana (DDT) .
•
Keberhasilan
DDT menginspirasi pencarian senyawa sejenis namun kurang berhasil.
•
DDD sbg
insektisida kontak dan sistemik namun berspektrum sempit (nyamuk dan
Lepidoptera).
•
Metoksiklor
sbg insektisida yang mudah terdegradasi, tdk persisten dalam ekosistem
perairan.
•
Prolan
mempunyai toksisitas lebih rendah daripada DDT dan bersifat tidak sistemik
•
Dikofol
sbg akarisida
•
Kloropropilat
sebagai akarisida untuk sayuran dll
Toksisitas dan Cara Kerja
Kelompok DDT dan analognya bekerja pada sistem saraf pusat melalui
pelambatan penutupan pintu (gates) dalam saluran ion natrium pada akson.
- Pengaruh dapat terjadi
pada sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi (periferal).
- Kelompok senyawa ini
bekerja relatif lambat yang mengakibatkan serangga kejang dengan gerakan yang
tidak terkoordinasi, lumpuh dan akhirnya
mati.
Toksisitas dan Cara Kerja
Kelompok DDT dan analognya bekerja pada sistem saraf pusat melalui
pelambatan penutupan pintu (gates) dalam saluran ion natrium pada akson.
-Pengaruh dapat terjadi pada sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi
(periferal).
-Kelompok senyawa ini bekerja relatif lambat yang mengakibatkan serangga
kejang dengan gerakan yang tidak terkoordinasi,
lumpuh dan akhirnya mati.
-Selama mengalami masa kejang, konsumsi oksigen akan tinggi sehingga
serangga kehilangan berat karena oksidasi jaringan, dehidrasi, penggunaan
glukosa, glikogen, dan lemak.
-DDT lebih toksik pada suhu lebih rendah sehingga dikelompokkan ke dalam
golongan senyawa negative temperature relationship/coefficient.
•
Beberapa
mekanisme kerja lain dari DDT dan analognya adalah penghambatan pembentukan
ATP, bekerja pada neuron dan mengintervensi transmisi impuls saraf pada akson
dan sinapsis, memperpanjang aliran masuk ion natrium (menunda penutupan saluran
ion natrium [sodium channel] dan memperpanjang fase turun.
•
Gangguan-gangguan
pada sistem saraf tsb akan menyebabkan rangsangan yang berlebihan sehingga
serangga menjadi kejang, lumpuh dan akhirnya akan mengalami kematian
Toksisitas pada Mamalia
-Toksisitas DDT dan analognya pada mamalia
bergantung pada jenis senyawanya.
-Nilai LD50 DDT terhadap tikus 113-250 mg/kg, sementara DDD 2500 mg/kg.
-Sifat DDT yang larut dalam lemak berimplikasi pada bahaya DDT lebih tinggi
jika diaplikasikan dalam pelarut yang melarutkan minyak atau lemak.
-Gejala keracunan pada mamalia meliputi rangsangan yang berlebihan,
gemetaran, kehilangan gerakan yang terkoordinasi, dan kejang.
-Kematian terjadi akibat kegagalan pernafasan pada tahap kejang akibat
pengaruh pada membran saraf.
-Bahaya akibat keracunan DDT dan analognya menyebabkan
kerusakan/nekrosis pada sel hati.
Metabolisme
-Metabolisme DDT tidak melalui satu jalur (pathway).
-Pada serangga yang terpenting adalah konversi DDT ke DDE
(difenildikloroetena) melalui dehidroklorinasi (kehilangan hidrogen dan klor)
atas bantuan enzim DDT-dehidroklorinase.
-Jalur lain adalah hidroksilasi menjadi dikofol oleh enzim MFO, atau
deklorinasi melalui reduksi DDT menjadi TDE (DDD) yang kurang beracun terhadap
serangga dan organisme lain.
-Konversi DDT ke dikofol hanya terjadi pada beberapa jenis serangga.
-Pada mamalia, DDT dikonversi menjadi DDE, TDE, dan DDA (asam diklorofenil
asetat); DDA larut dalam air yang
kemudian dikeluarkan (dibuang) bersama-sama feses dan atau urin.
-Pada umumnya semua analog DDT bersifat persisten dan mengalami
bioakumulasi kecuali dikofol dan metoksiklor.
-Metoksiklor didemetilasi menjadi produk yang lebih polar oleh sistem MFO.
BHC atau HCH
•
Heksaklorosikloheksana
merupakan benzena terklorinisasi yang mempunyai 5 isomer (beberapa lainnya
menyebutkan 6 isomer), namun hanya isomer gamma yang dikenal sebagai lindan
yang mempunyai sifat insektisida sedangkan yang lainnya merupakan senyawa yang
kurang atau bahkan tidak aktif.
•
Kelompok
ini merupakan insektisida organoklorin tertua yang disintesis oleh Faraday pada
tahun 1825 namun pada saat tersebut sifat insektisidanya belum diketahui.
•
Pada
umumnya senyawa ini stabil terhadap cahaya, suhu tinggi, air panas, dan kondisi
asam, namun akan mudah terdeklorinisasi oleh golongan alkali.
•
Lindan
produk HCH yang mengandung 99% isomer gamma, bekerja cepat dgn toksisitas akut
yang tinggi baik sebagai racun kontak, perut maupun fumigan (lebih volatil
daripada DDT, tekanan uapnya relatif tinggi).
•
Diformulasikan
dalam beberapa formulasi seperti aerosol, tepung (WP), dan konsentrat.
•
Penggunaan
lindan dan HCH pada bidang pertanian di antaranya untuk pengendalian belalang,
serangga hama pada tanaman kapas dan padi serta serangga tanah.
•
Selain
di bidang pertanian dilaporkan pernah digunakan untuk bidang peternakan,
serangga rumah tangga (household insects), dan juga bidang kesehatan
sebagai lotion, krim, bahkan sampo.
•
Lindan
menghambat pembukaan saluran ion klorida yang dikendalikan GABA (gamma-amino
butyric acid) pada sistem saraf yang menyebabkan aliran impuls saraf tidak
terkendali.
•
Lindan
memiliki toksisitas yang tinggi pada serangga dan organisme lain, 5-10 kali
lebih toksik daripada DDT.
•
Keracunan
akut akibat insektisida lindan akan mengakibatkan peningkatan laju respirasi
hingga terjadi pendarahan pada mulut.
•
Gejala
keracunan menunjukkan gejala gemetaran, kehilangan pengendalian diri,
kelemahan, kelumpuhan, dan kematian.
Berhubungan dengan peningkatan laju respirasi sebagai akibat peningkatan
aktivitas otot dan saraf.
Siklodiena
•
Kelompok
siklodiena memiliki keaktifan yang tinggi sebagai insektisida. Kelompok ini juga bersifat sangat persisten
terutama jika berada di dalam tanah.
•
Beberapa
contoh insektisida dalam kelompok siklodiena adalah klordan, endrin, aldrin,
heptaklor, dieldrin, dan endosulfan.
Beberapa senyawa dari kelompok ini penggunaanya telah dilarang karena
beberapa hal seperti pelarangan penggunaan aldrin dan dieldrin karena
terjadinya resistensi pada serangga, bahaya yang serius terhadap ekosistem
perairan (toksisitas tinggi terhadap ikan).
•
Perbedaan
dengan DDT dan HCH adalah siklodiena dapat terabsorpsi melalui kulit. Keracunan kontak oleh kelompok siklodiena
lebih berbahaya daripada DDT. LD50 DDT oral dan dermal sebesar 113 dan 2510
mg/kg, sementara dieldrin sebesar 46 dan 90 mg/kg.
•
Cara
kerja siklodiena mirip dengan cara kerja lindan yaitu sebagai racun saraf (neurotoxic
action) yang menyebabkan kejang-kejang daripada gejala gemetaran yang
merupakan ciri khas keracunan DDT.
•
Siklodiena
menghambat pembukaan saluran ion klorida yang dikendalikan GABA (gamma-amino
butyric acid) pada sistem saraf yang menyebabkan aliran impuls saraf tidak
terkendali.
•
Banyak
anggota siklodiena yang bersifat fotoaktif, yaitu produk setelah terjadi
konversi akibat penyinaran sinar matahari bersifat lebih toksik dan lebih
persisten dibandingkan dgn senyawa awalnya seperti aldrin, dieldrin, heptaklor,
dan endrin.
•
Klordan,
heptaklor, aldrin, dieldrin, endrin, dan endosulfan dipasarkan dalam berbagai
bentuk formulasi yang ditujukan untuk penggunaan di bidang pertanian dan rumah
tangga.
INSEKTISIDA GOLONGAN PIRETROID
-Senyawa induk berasal dari bunga Tanacetum cinerariifolium (Chrysanthemum
cinerariaefolium).
-Piretrin mempunyai efek knockdown yang cepat thd serangga, namun
bersifat tdk stabil di lingkungan.
-Sedikitnya tdpt 6 senyawa yang mempunyai kekerabatan dengan piretrin.
-Awalnya untuk insektisida rumah tangga (sekarang juga masih berlaku)
dan sedikit untuk pertanian.
-Negara-negara di Afrika sebagai penghasil utama bunga ini.
-Piretroid adalah versi sintetik yang dirancang lebih stabil di
lingkungan.
-Aletrin merupakan piretroid yang disintetis pertama (1949).
ION DALAM SISTEM SARAF
•
Ion tidak
bisa bebas keluar masuk melalui membran neuron karena terdapat dua lapis lipida
•
Konsentrasi
ion di dalam dan luar membran berbeda, konsentrasi beberapa ion di dalam
membran (K+ 140-400 mM, Na+ 5-20 mM, Ca2+
(0,04-0,1) x 10-3, Cl- mM; sementara di luar membran K+
20 mM, Na+ 450 mM, Ca2+,160 Cl- mM
CARA KERJA
-Piretrin dan piretroid bekerja pada saluran
kecil yg melalui saluran tsb ion Na+ dipompa untuk menyebabkan
eksitasi pada saraf.
-Insektisida ini akan mencegah menutupnya saluran ion Na+
sehingga menghasilkan transmisi impuls saraf yang terus menerus yang
menyebabkan tremor/gemetaran dan kematian
-Target utama adalah sistem saraf pusat
-Tanda-tanda keracunan pada serangga dan manusia hampir sama yaitu
banyak pergerakan, gemetaran, kejang yang akan diikuti oleh kelumpuhan dan
kematian.
Pada mamalia Tipe I menyebabkan
tremor pada seluruh tubuh, tipe
II
pengeluaran air liur dan keringat.
Pad serangga gejala mirip atau
tidak begitu jelas perbedaannnya
METABOLISME
Rute paling utama adalah oksidasi, rute minor adalah hidrolisis.
-Bersifat lipofilik tetapi tidak tersimpan dalam jaringan lemak.
-Mudah terdegradasi menjadi senyawa yang mudah larut dalam air atau
segera diekskresikan.
-Metabolisme pada serangga mirip dengan mamalia namun lebih lambat
karena perbedaam sistem enzim.
GOLONGAN
ORGANOFOSFAT
Merupakan salah satu golongan insektisida yang paling banyak digunakan sekarang
ini.
Merupakan ester normal atau turunan amida asam fosfat (P) yang mengandung fosforil (P-O) dan atau tiofosforil (P-S).
Toksisitas tinggi pada serangga dan mamalia (dengan beberapa pengecualian) yang
bekerja dengan menghambat kerja enzim kolinesterase.
Tahapan
Pembentukan kompleks Michaelis.
2. Fosforilisasi enzim ----
penghambatan.
3. Reaksi reaktivasi.
4. “Aging” : terjadi hidrolisis
namun akan
berjalan
sangat lambat.
Gejala Keracunan pada Serangga
Biasanya gejala keracunan dengan pola: gelisah, perangsangan berlebihan, gemetaran, kejang,
lumpuh, dan mati
Gejala berjalan lambat dan kematian terjadi beberapa jam hingga 24 jam.
Keracunan akibat penghambatan asetilkholinesterase umumnya tidak reversibel.
Metabolisme
Dalam serangga atau mamalia dikonversi menjadi senyawa
yang
lebih aktif atau menjadi kurang aktif (detoksifikasi).
Ikatan P=S (tion) diubah menjadi P=O (okson) oleh enzim MFO
(mixed-function oxidase); P=O lebih aktif daripada P=S.
- paraokson lebih aktif daripada
paration.
-
malaokson lebih aktif daripada malation.
Enzim lain yang biasanya terlibat dalam konversi OP adalah
glutation transferase, karboksiesterase, karboksiamidase, dll.
Turunan okson (P=O) lebih mudah terurai melalui reaksi
hidrolisis menjadi metabolit yang tidak beracun dan segera
dikeluarkan dari tubuh
Laju metabolisme sebagai faktor penting untuk toksisitas pada
mamalia, efikasi insektisida, persistensi, selektivitas,
dan resistensi
Cara Kerja dan Gejala Peracunan oleh Insektisida
Senyawa : DDT, metoksiklor [kuliah sebelumnya]
Golongan : organoklorin (hidrokarbon berklor)
Cara kerja : racun saraf, modulator saluran ion
Na+, berikatan dengan saluran ion Na+, menyebabkan penundaan penutupan saluran
ion Na+ pada membran saraf
Gejala : hipereksitasi, gemetaran, kejang-kejang, lumpuh, mati.
Insektisida lain dengan cara kerja serupa:
Piretrin (alami), piretroid sintetik [kuliah sebelumnya]
Senyawa : lindan, siklodiena (endosulfan)
[kuliah sebelumnya]
Golongan : organoklorin (hidrokarbon berklor)
Cara kerja : racun saraf, antagonis GABA,
berikatan dengan saluran ion Cl-, menghambat pembukaan saluran ion Cl- pada
membran pascasinapsis, yang meniadakan hambatan rangsang saraf.
Gejala : hipereksitasi, kejang-kejang, lumpuh, mati.
Insektisida lain dengan cara kerja serupa:
Etiprol, fipronil (golongan fenilpirazol/fiprol)
Senyawa : lindan, siklodiena (endosulfan)
[kuliah sebelumnya]
Golongan : organoklorin (hidrokarbon berklor)
Cara kerja : racun saraf, antagonis GABA,
berikatan dengan saluran ion Cl-, menghambat pembukaan saluran ion Cl- pada
membran pascasinapsis, yang meniadakan hambatan rangsang saraf.
Gejala : hipereksitasi, kejang-kejang, lumpuh, mati.
Insektisida lain dengan cara kerja serupa:
Etiprol, fipronil (golongan fenilpirazol/fiprol)
Golongan : organofosfat dan karbamat
Cara kerja : racun saraf, menghambat enzim
asetilkolinesterase dalam menguraikan asetilkolin sehingga asetilkolin tetap
berikatan pada reseptornya dan tetap membuka saluran ion Na+ pada membran
pascasinapsis sehingga terjadi perangsangan berlebihan..
Gejala : hipereksitasi, kejang-kejang, lumpuh, mati.
Senyawa : indoksakarb (gol. oksadiazin)
metaflumizon
(gol. semikarbazon)
Cara kerja : racun saraf, berikatan dengan saluran
ion Na+ dan menghalangi aliran ion Na+ melalui saluran ion tsb pada akson saraf sehingga menghambat hantaran
impuls saraf..
Gejala : hambatan fungsi saraf, lumpuh layu, mati.
Senyawa : nikotin dan neonikotinoid
(imidakloprid [1], asetamiprid [2]. tiametoksam [3], dll.)
Cara kerja : racun saraf, agonis reseptor
asetilkolin (ACh), berikatan dengan reseptor ACh pada membran pascasinapsis
dengan efek seperti ikatan ACh dengan reseptornya sehingga terus membuka
saluran ion Na+ pada membran pascasinapsis dan menimbulkan perangsangan
terus-menerus.
Gejala : hipereksitasi, kejang-kejang, lumpuh, mati.
Senyawa : spinosad (spinosin A + spinosin D)
[gol. laktona makrosiklik] dari aktinomiset Saccharopolyspora spinosa;
spinetoram: campuran analog semisintetik dari spinosin J dan spinosin L
Cara kerja : racun saraf, aktivator alosterik pada
reseptor asetilkolin (ACh), mengaktifkan reseptor ACh yang mengakibatkan
terbukanya saluran ion Na+ pada membran pasca-sinapsis & menimbulkan
perangsangan terus-menerus.
Gejala : hipereksitasi, kejang-kejang, lumpuh, mati.
Spinetoram:
campuran analog semisintetik dari spinosin J dan spinosin L
Senyawa : abamektin (campuran avermektin B1a dan
B1b) [laktona makrosiklik], dari aktinomiset Streptomyces avermitilis
emamektin
benzoat: analog semisintetik dari
Cara kerja : racun saraf dan otot, aktivator
saluran ion Cl- yang mengakibatkan masuknya ion tsb ke bagian
pascasinapis dan menimbulkan hambatan terhadap pembentukan action potential.
Gejala : lumpuh, mati.
Senyawa : pimetrozin (golongan azometin)
Cara kerja : racun saraf, mengganggu fungsi saraf
yang mengatur perilaku makan pada kutu daun dan kutu kebul
Gejala : kutu daun dan kutu kebul tidak mampu menusukkan stiletnya
pada jaringan tanaman, serangga berhenti makan, dan akhirnya mati.
Senyawa : turunan nereistoksin (kartap,
bensultap, tiosiklam,
Cara kerja : racun saraf, menghalangi saluran ion
Na+ yang terkait reseptor asetilkolin (ACh) pada membran pascasinapsis yang
mengakibatkan terhambatnya fungsi sistem saraf (terhambatnya hantaran impuls
saraf).
Gejala : lumpuh, mati.
Senyawa : klorantraniliprol, flubendiamida (gol.
diamida)
Cara kerja : racun saraf dan otot, mengaktifkan
reseptor rianodin dan membuka saluran ion kalsium di dalam retikulum
sarkoplasma dari sel otot yang menyebabkan pelepasan ion kalsium secara
berlebihan sehingga mengganggu pengaturan kontraksi otot dan mengakibatkan kelumpuhan.
Gejala : serangga berhenti makan, kontraksi tubuh, tidak aktif,
mati.
•
Cara Kerja Insektisida
Golongan Bahan aktif Cara kerja
Anorganik Silika Racun fisik
Amidin Amitraz Racun saraf, agonis pd reseptor
oktopamina
Asilurea Diflubenzuron Penghambat
sintesis khitin
Diasilhidrazin Tebufenozida Agonis ekdison
Difenil Etofenproks Racun saraf, spt piretroid
Fenoksi Silafluofen Racun saraf, spt piretroid
Ditiol Dimehipo Racun saraf, antagonis pada
reseptor asetilkolin
(turunan
nereistoksin)
Pirol Klorfenapir Racun respirasi sel
Tiadiazin Buprofezin Penghambat sintesis kitin
Tiourea Diafentiuron Racun respirasi sel
Triazin Siromazin Penghambat perkembangan
Biologi B.
thuringiensis Racun
pencernaan
INSECT GROWTH REGULATOR
•
Pertumbuhan
serangga: a-ekdison, b-ekdison, hormon juvenil (JH)
•
JH tinggi
serangga muda, JH rendah pupa atau imago
•
Ekdison
menginisiasi pergantian kulit
•
Ratusan
disintesis hanya metopren dan hidropen yang baik
•
Juvabion
sbg fitohormon dari Abies balsamea
•
Antagonis
hormon dikenal anti-JH yg bekerja mencegah sintsis JH
•
Contoh prekosen I dan prekosen II
PENGHAMBAT SINTESIS KITIN
•
Sbg
polisakarida-gula amino
•
Kitin
merupakan komponen utama kutikula srg
•
Senyawa
efektif akan mematikan serangga pada saat ganti kulit
•
Tidak
mengintervensi enzim tapi menghambat sintesis DNA
SINERGIS
•
Senyawa
tidak atau kurang beracun namun dapat menambah daya racun senyawa lain
•
Tipe kerja
sinergis
•
Menghambat
metabolisme oksidasi ( enzim MFO)
•
Menghambat
metabolisme hidrolisis (enzim esterase atau hidrolase)
•
Pelepasan
HCN dari organotiosianat oleh glutation S-transferase
•
Sebagai substrat
alternatif
Fumigasi
Proses eradikasi/eliminasi OPT dengan memajankan OPT pada gas beracun di dalam suatu ruang
tertutup yang kedap gas
Fumigan
Bahan kimia beracun, yang pada temperatur kamar dan tekanan udara
normal, berada dalam fase gas yang dapat digunakan untuk membunuh serangga dan
hama lain (tungau dan tikus)
FUMIGAN
•
Penggunaan
untuk di tanah, rumah, gudang dll.
•
Senyawa
dengan daya volatilisasi tinggi pada suhu ruang
•
Senyawa
pada suhu dan tekanan tertentu berwujud gas dalam konsentrasi yang cukup untuk membunuh hama sasaran
•
Beberapa
senyawa telah dikenal sebagai senyawa fumigan seperti HCN, CH3Br, PH3
(fosfin), CS2, CCl3NO2 (kloropikrin), C2H4Br,
CCl4, dll
Hal penting yang harus diperhatikan dalam aplikasi fumigan:
1.
Sifat
kimia dan fisika gas yang dipilih sebagai fumigan
2.
Waktu pemajanan untuk masing-masing
konsentrasi
3.
Temperatur
ruang fumigasi
4.
Kerentanan
OPT sasaran dan fase perkembangan OPT pada saat fumigasi dilaksanakan
5.
Tingkat
kekedapan “fumigation sheet”
6.
Berbagai
aturan tentang keamanan yang harus diikuti
SENYAWA IDEAL UNTUK PENGENDALIAN HAMA GUDANG
•
Dapat
membunuh hama dengan cepat namun aman terhadap manusia dan lingkungan
•
Memiliki
efek residu selama jangka waktu yang diperlukan namun tidak meninggalkan residu
pada komoditi yang disimpan melebihi BMR
•
Tidak
mahal
•
Mudah
digunakan
•
Tidak
mempengaruhi aroma produk yang disimpan
•
Tidak
merusak bangunan atau komponen bangunan yang ada
Fumigasi akan efektif jika:
- Struktur yang kedap gas
- Temperatur relatif hangat
- Konsentrasi yang cukup
- Waktu pemaparan yang cukup
Dua hal yang terakhir diarahkan untuk tercapainya tingkat mortalitas
yang dapat diterima untuk fase hidup hama yang paling toleran terhadap fumigan
Toksisitas suatu fumigan bergantung pada:
Ø Laju respirasi organisme sasaran
Ø Laju respirasi bergantung pada temperatur
Ø Fumigasi pada temperatur rendah memerlukan
dosis yang lebih tinggi dan waktu pemaparan yang lebih lama
Keuntungan fumigasi
- Berspektrum luas
- Bekerja dengan cepat
- Dapat menjangkau tempat-tempat yang sulit
- Tidak meninggalkan residu
- Biaya relatif murah
- Dapat mengeliminasi hama
Kelemahan fumigasi
- Sulit untuk membuat ruang fumigasi benar-benar kedap gas
- Harus dilakukan jauh dari lingkungan permukiman
- Biaya pengadaan peralatannya cukup mahal
- Tidak ada perlindungan bagi komoditas setelah fumigasi selesai
- Potensi merusak gas fumigan: korosif pada logam, dll.
Jenis-jenis fumigan yang dapat digunakan untuk perlakuan karantina:
•
Metil bromida (CH3Br)
•
Sulfuril fluorida (SO2F2)
•
Fosfin (PH3)
CARA KERJA
•
Tergantung
senyawa namun secara umum akan mengganggu sistem pernafasan serangga
•
Fosfin
akan mengganggu proses respirasi sel
yaitu menghambat fungsi enzim sitokrom C oksidase
di mitokondria
•
Metil
bromida biasa dikatakan sebagai iritan. MeBr akan berikatan dengan gugus SH
pada asam amino/protein sehingga dapat mengganggu fungsi enzim yang mengandung
gugus SH
SEKILAS BAHAYA MeBr
•
Sebagai ozone
depleting substance
•
Fungsi
lapisan ozon sebagai filter sinar ultraviolet menjadi berkurang
•
Kerusakan
lapisan ozon akan mengganggu kesehatan (kataraks), kanker kulit,
mempengaruhi kehidupan biota laut dan ikan serta penurunan kekebalan tubuh
Fosfin
•
Merupakan bahan yang sangat toksik
•
Mudah meledak jika terkena air
•
Sangat mudah terbakar
•
Titik didih kurang dari 87 °C
•
Gas tidak berwarna
•
Konsentrasi letal 0.015 mg/l
•
Menyala pada 38 °C
•
Dapat bereaksi dengan logam
mulia/tembaga dan menyebabkan korosi terutama pada temperatur dan kelembapan relatif tinggi
Pembenatukan gas
fosfin (hydrospheric phosphorous)
•
AlP + 3 H2O Al(OH)3
+ PH3
•
Mg3P2 + 6 H2O 3 Mg(OH) 2 + 2 PH3
STRATEGI LAIN
•
Radiasi
sinar X, sinar g
•
Kemosterilan
(afolat, afomida, afoksida)
•
Zat
penarik (attractant)
•
Zat
penolak (repellent)
•
Zat
penghambat makan (antifeedant)
•
Umpan
beracun
PESTISIDA ALAMI
PESTISIDA
Pestisida sintetik (synthetic
pesticide)
Pestisida alami (natural
pesticide)
–
Pestisida biologi/hayati (bio-pesticide)
–
Pestisida metabolit
Berasal dari mikroorganisme
Berasal dari tumbuhan
(pestisida nabati/botani)
Klasifikasi
lain:
Pestisida sintetik (synthetic
pesticide)
Pestisida alami (natural
pesticide)
–
Pestisida biologi/hayati (bio-pesticide)
–
Pestisida nabati/botani
INSEKTISIDA
BIOLOGI
Insektisida yang bahan aktifnya
adalah mikroorganisme seperti bakteri, cendawan, virus, nematoda, protozoa
Umumnya bekerja secara selektif
Memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mematikan inang
Cara kerja bergantung pada jenis
mikrobanya
Beberapa Contoh
Protozoa
–
Amblyospora ------- nyamuk
–
Parathelohania ----- nyamuk
–
Nosema
-------------- Helicoverpa armigera
Bakteri
–
Bacillus thuringiensis ------- Berbagai spesies
–
Bacillus sphaericus ---------- nyamuk
–
Bacillus popilliae -------------- kumbang Popillia japonica
Cendawan
–
Beauveria bassiana ---------- Lepidoptera,
Col
–
Metarhizium anisopliae ---- Lepidoptera, Col
–
Coelomomyces ---------------- nyamuk
–
Verticillium lecanii -------------- kutu daun, trips
Nematoda
–
Steinernema ------------------ Lepidoptera, Col
–
Heterorhabditis ---------------- Lepidoptera, Col
Virus
–
Nucleopolyhedrovirus -- Helicoverpa
armigera
Tahapan
Skrining mikroorganisme
Seleksi proses fermentasi yang efisien
Pengembangan uji hayati
Pengembangan formulasi
Pengujian lapangan
Pemasaran (persiapan registrasi, demplot, protokol aplikasi)
Apa itu insektisida nabati ?
Setiap bahan kimia (metabolit sekunder)
tumbuhan yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi, baik
fisiologi maupun tingkah laku pada serangga hama dan memenuhi syarat untuk digunakan dalam
pengendalian.
Dua kelompok besar senyawa tanaman
-Senyawa primer
- Senyawa sekunder
Pertahanan tanaman/tumbuhan
–
Secara fisik
–
Secara kimia
Banyak berperan senyawa
metabolit sekunder
Jenis sangat bervariasi
Contoh: terpenoid, alkaloid,
flavonoid, dll
Beberapa Catatan Penggunaan Insektisida Nabati
Zaman Yunani dan Romawi klasik:
Ampas zaitun (Olea europea), bawang
putih (Allium sativum),
untuk mengendalikan ulat dan belalang
1690: ekstrak tembakau untuk mengendalikan
kepik jala
(Tingidae) pada pohon pir di Perancis.
Imidakloprid mirip dengan
nikotin.
1800: tepung bunga piretrum digunakan sebagai insektisida
Model untuk piretroid.
1848: akar tuba untuk mengendalikan hama
di Malaysia.
Hingga sekarang digunakan utk ikan.
1968: azadiraktin berhasil diisolasi.
Mengapa kembali ke insektisida nabati
•
Efek samping
penggunaan insektisida sintetik
pada
berbagai aspek kehidupan
•
Implementasi teknologi PHT yang lebih berwawasan
lingkungan (implementasi UU
no. 12/1992)
•
Semakin
meningkat permintaan produk organik
yang
“mengharamkan” pestisida sintetik
•
Meningkatnya
perhatian thd kesehatan lingkungan
•
Isu-isu
internasional (Sanitary & Phytosanitary Measures) yang membatasi
kadar residu pestisida pada
produk ekspor/impor
Hal positif dari insektisida nabati
- Mudah terdegradasi di alam
- Relatif aman terhadap organisme bukan sasaran
termasuk musuh alami hama (selektivitas)
- Dapat dipadukan dg komponen lain PHT (kesesuaian)
- Dapat memperlambat laju resistensi
- Komponen ekstrak dapat bersifat sinergis
- Pelaku agribisnis dapat menyiapkan sendiri untuk beberapa jenis (kesinambungan)
- Ketahanan dalam berusaha tani dapat terjamin
Keterbatasan insektisida nabati
•
Persistensi singkat Ú perlu aplikasi berulang --- timing
•
Spektrum aktivitas terbatas
•
Ekstrak dg pelarut air tidak
tahan lama --- segera digunakan
•
Beberapa ekstrak bekerja
lambat ----- perilaku pengguna
•
Untuk produksi massal:
- sediaan bahan baku terbatas
----- upayakan kons.
rendah dan campuran
- biaya produksi relatif
mahal ---- produksi sendiri
- standar mutu tidak mudah
karena kandungan bahan
aktif dlm tumbuhan beragam ------
regulasi perlu
disempurnakan
Pengembangan Insektisida Nabati
Isolasi senyawa aktif sebagai senyawa model seperti golongan karbamat
dan piretroid
Penggunaan ekstrak tanaman dengan pelarut organik (dikembangkan oleh
industri)
Penggunaan ekstrak tanaman dengan pelarut air (dikembangkan oleh
petani)
Tahapan
Eksplorasi ------- lokasi, waktu, bagian tanaman
Ekstraksi ------- pelarut
Uji hayati ------- serangga
sasaran
– Untuk teknologi sederhana bisa sampai tahap ini
– Untuk pengembangan dpt dilanjutkan
Fraksinasi ------- metode terseleksi
Isolasi
Famili penting sebagai sumber insektisida nabati
l Acanthaceae l Fabaceae (Leguminosae)
l Annonaceae l Lamiaceae
l Arecaceae l Meliaceae
l Asteraceae l Piperaceae
l Clusiaceae l Simaroubaceae
l Euphorbiaceae l Solanaceae
l Zingiberaceae l Poaceae
Acanthaceae: Andrographis paniculata (sambiloto)
Andrografolida (penghambat
makan)
Arecaceae: Acorus
calamus (jeringau)
β-asaron (pemandul), eugenol (pemikat
Annonaceae: Annona squamosa, A. muricata, A. glabra,
Polyalthia littoralis, P. lateriflora
Meliaceae: A. indica, A. odorata, S.
mahogani
Asteraceae: Tanacetum cinerariifolium: efektif
thd bbg
serangga, Ageratum sp. (anti JH)
Zingiberaceae: Curcuma spp., Zingiber spp
Fabaceae/Leguminosae: Tephrosia vogelii,
Derris eliptica,
Lonchocarpus spp.
Piperaceae: Piper betle, P. retrofractum, P. longum
Beberapa cara kerja insektisida botani
- Racun saraf:
piretrin (piretrum)
nikotin (tembakau)
piperisida (Piper spp.)
kavikol (lengkuas)
- Racun respirasi: rotenon (akar tuba)
skuamosin (srikaya)
- Penghambat fungsi hormon
serangga (IGR):
azadiraktin (mimba)
- Penghambat makan: triterpenoid (mahoni, suren)
• Penghambat peneluran: akar wangi, nilam,
limonin dari kulit jeruk
• Zat pengusir: senyawa terpenoid dari Asteraceae,
zodia, sereh wangi
• Zat pemikat: metil eugenol dari selasih
dan
cengkeh
• Zat pemandul: β-asaron dari jeringau
• Mematikan telur: Polyalthia littoralis
Contoh insektisida nabati
Piperisida (gol. piperamida/isobutilamida tak jenuh),
dari Piper spp.
•
Cara kerja
seperti piretrin, termasuk memiliki efek knockdown yg cepat.
Dilapiol (gol. fenilpropanoid/lignan) dari
sirih hutan (Piper aduncum)
Piperisida dan dilapiol memiliki gugus
metilendioksifenil sehingga berpotensi bersifat sinergis (lihat kuliah
sebelumnya)
Contoh insektisida nabati
Rianodin (alkaloid) dari akar Ryania
speciosa (Flacourtiaceae)
Racun saraf dan otot,
mengaktifkan reseptor rianodin
(lihat kuliah sebelumnya, golongan diamida)
Rotenon (rotenoid/isoflavonoid),
dari
akar tuba (Derris
elliptica)
Racun respirasi sel (menghambat transfer
elektron pada rantai transfer elektron di mitokondria)
Skuamosin (asetogenin),dari biji srikaya (Annona
squamosa)
Cara kerja seperti rotenon
Azadiraktin (limonoid), dari mimba (Azadirachta indica)
Penghambat fungsi hormon serangga (IGR).
Syarat untuk aplikasi
- Sebaiknya konsentrasi efektif cukup
rendah yaitu ≤
0,5 %
utk ekstrak dg pelarut organik atau
≤ 5-10% utk
ekstrak air
- Tidak fitotoksik (merusak tanaman)
-
Aman thd musuh alami hama & organisme bukan sasaran
lainnya
- Tumbuhan sumber insektisida nabati mudah didapatkan/ dibudidayakan utk kesinambungan
- Untuk produksi komersial, mutu harus
terjamin
Contoh Penyiapan insektisida
nabati
•
Serbuk tumbuhan + air, tanpa pemanasan ----
direndam pada waktu tertentu spt semalaman
•
Serbuk tumbuhan + air, tanpa pemanasan -----
+ bakteri pengurai direndam pada
waktu
tertentu spt semalaman
•
Serbuk tumbuhan + air, dgn pemanasan
(perendaman dalam air panas atau perebusan)
•
Serbuk tumbuhan + lerak/sabun + air (tanpa
atau dgn perendaman air panas/perebusan)
Penggunaan insektisida
nabati dlm PHT:
•
Dalam aplikasinya harus tetap berpedoman pada
asas-
asas PHT (UU no. 12/1992 dan PP
No 6/1995)
•
Ekstrak kasar lebih baik drpd senyawa murni
Ú sinergisme & menekan resistensi
•
Insektisida nabati dlm bentuk campuran Ú
menekan resistensi,
sinergisme, & mengatasi
keterbatasan bahan baku.
•
Penggunaan insektisida nabati secara berselang-seling Ú
menekan resistensi, mengatasi
keterbatasan bahan baku.
•
Tetap evaluasi kemungkinan timbul masalah buruk pada
serangga berguna dan keamanan
tanaman
•
Petani atau pelaku usaha
agribisnis dianjurkan untuk
memperbanyak tanaman sumber insektisida
•
Dukungan kebijakan pemerintah
•
Penyuluhan pertanian yang lebih inovatif dan partisipatif
APLIKASI SEDERHANA
(sumber: Kardinan 2001)
Ramuan 1
Daun
mimba (8 kg), lengkuas (6 kg), serai (6 kg), deterjen (20 g) dan air (20 l)
Untuk
belalang, wereng cokelat, walang sangit, kutu, ulat, kutu daun, trips
Ramuan 2
Daun
sirsak (satu genggam), rimpang jeringau (satu genggam), bawang putih (10
siung), deterjen (20 g), air 20 l)
Untuk
wereng cokelat
Contoh Pengembangan Insektisida Nabati
Gambar
1 Perkembangan tingkat populasi
larva P. xylostella yang diberi perlakuan
ekstrak biji S. mahogani
dan Curacron 500 (profenofos)
DEGRADASI DAN FITOTOKSISITAS
Evaluasi gejala fitotoksisitas
kontrol
A. odorata : S. mahogani 7:3 0,5%
Fitotoksisitas
A. odorata : S. mahogani 1:1, 0,5%
A. odorata : S. mahogani 3:7, 0,5%
S. mahogani : T. tuberculata 7:3, 1%
EFEK SAMPING INSEJTISIDA
Pengertian
— Toksisitas (daya racun) pestisida: kemampuan
suatu pestisida untuk meracuni (menimbulkan pengaruh yang merugikan) organisme
tertentu.
— Bahaya pestisida: fungsi toksisitas dan potensi
terpajan pada pestisida.
— Risiko: peluang terjadinya bahaya keracunan
pada organisme bukan sasaran akibat pajanan pestisida.
— Toksisitas akut: pengaruh meracuni atau
merugikan yang timbul segera setelah pemajanan dengan dosis tunggal suatu
pestisida, atau pemberian dosis ganda dalam waktu ± 24 jam.
— Toksisitas kronik: pengaruh yang merugikan yang
timbul akibat pemberian takaran harian berulang pestisida dalam jumlah sedikit
atau pemajanan pada pestisida yang berlangsung selama sebagian besar rentang
hidup suatu organisme (misal, mamalia), biasanya lebih dari 50%. Periode pemajanan 2 tahun.
— Toksisitas subkronik: pengaruh yang merugikan
yang timbul akibat pemberian takaran harian berulang pestisida yang berlangsung
selama sebagian kecil rentang hidup suatu organisme (misal, mamalia), biasanya
tidak lebih dari 10%. Periode pemajanan
3 bulan.
Dampak samping pestisida
— Resistensi hama sasaran
— Resurjensi hama sasaran
— Ledakan populasi hama sekunder
— Terbunuhnya musuh alami dan organisme bukan
sasaran lain
— Keracunan pada pengguna
— Bahaya residu pada hasil panen
— Pencemaran lingkungan secara umum (peracunan
pada rantai makanan, pencemaran air tanah, dll.)
PENGARUH PADA SERANGGA HAMA
-RESISTENSI-
— Resistensi:
*
kemampuan yang dapat diwariskan dari suatu organisme untuk mengatasi pengaruh
yang merugikan dari suatu pestisida.
— Serangga resisten:
*
populasi serangga suatu spesies yang biasanya peka terhadap suatu pestisida
kemudian menjadi tidak dapat lagi dikendalikan dengan pestisida tersebut.
RESISTENSI (lanjutan)
-
Sifat/kemampuan
yang dapat diturunkan (dikendalikan oleh
faktor genetika)
-
Seleksi alam
-
Tekanan terhadap populasi
-
Terjadi pada individu, ukuran pada
populasi
-
Populasi
serangga yang telah resisten dalam waktu yang cukup lama sulit kembali lagi
menjadi serangga yang peka
Tanda-tanda resistensi di lapangan:
— Pestisida yang semula efektif tidak dapat lagi
digunakan untuk mengendalikan hama tertentu.
— Peningkatan serangan patogen (terutama virus)
yang ditularkan serangga yang biasanya dapat dikendalikan dengan pestisida
(insektisida).
Penyebab lain kegagalan pengendalian kimiawi:
— Waktu aplikasi kurang tepat.
— Pengabaian petunjuk penggunaan.
— Penggunaan insektisida yang sudah kadaluarsa.
— Alat aplikasi yang kurang baik.
— Cara aplikasi yang kurang tepat.
— Cuaca kurang sesuai.
— Air untuk pengenceran kurang baik (misal banyak
mengandung kapur).
Catatan: insektisida yang digunakan tidak palsu.
Kasus Resistensi:
— 1908: kutu perisai apel Aonidiella aurantii terhadap
belerang.
— 1948: lalat dan nyamuk thd DDT (mulai digunakan
sekitar tahun 1945).
— 1953: Plutella xylostella di Lembang thd
DDT (sampai 40x); sekarang telah resisten terhadap semua golongan insektisida
sintetik.
— 1980-an: wereng cokelat Nilaparvata lugens di
Indonesia resisten terhadap beberapa insektisida organofosfat dan karbamat.
— Sekarang: > 500 spesies serangga dan tungau
telah resisten terhadap insektisida/akarisida.
Jumlah serangga dan tungau resisten
hingga tahun 1990
Kelompok Jumlah
(%)
Hama pertanian 283 (56.1)
Hama kesehatan /ternak 198
(39.3)
Serangga berguna
23 (4.6)
Jumlah 504
Tipe resistensi terhadap golongan insektisida:
- Resistensi silang, resistensi terhadap dua jenis/golongan
insektisida yang berbeda dengan cara kerja atau proses penguraian yang sama.
- Resistensi ganda, resistensi thd lebih dari satu golongan
insektisida
dengan mekanisme resistensi yang berbeda.
Tipe resistensi dipandang dari proses/ sifat internal
serangga:
- Resistensi fisiologi; pengikatan
senyawa dan degradasi
- Resistensi biokimia; enzimatik
- Resistensi morfologi
- Resistensi tingkah laku
Tolok Ukur Resistensi
Faktor resistensi (RF: resistance factor)
atau nisbah resistensi (RR: resistance ratio)
LD50 populasi lapangan
RF
=
LD50 populasi standar
Hama kesehatan:
RF ≥ 10, resisten
Hama pertanian: RF ≥ 4, resisten
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Resistensi
Faktor genetika:
— Jumlah alela resisten
— Dominansi alela resisten
— Kinerja dan interaksi alela resisten
— Seleksi terdahulu oleh insektisida lain
— Keterpaduan genom resisten dengan faktor
kebugaran
Faktor biologi/ekologi:
— Biologi:
*
Siklus hidup
*
Keperidian
*
Cara reproduksi (kawin, partenogenesis)
— Perilaku/ekologi:
*
Isolasi, mobilitas, migrasi
* Kisaran inang (monofag, polifag)
* Tempat perlindungan
Faktor operasional:
— Insektisida:
*
Sifat kimia
*
Hubungan dengan insektisida terdahulu
*
Persistensi
— Aplikasi:
*
Ambang pengendalian
* Cara aplikasi
* Dosis aplikasi
Mekanisme Resistensi
— Penurunan laju penetrasi melalui kutikula:
*
Kutikula makin tebal
*
Lapisan lilin makin tebal
— Penurunan kepekaan bagian sasaran:
*
Kepekaan asetilkolinesterase menurun (resisten thd OP dan karbamat)
* Jumlah saluran ion natrium di membran saraf
menurun (resisten thd DDT dan piretroid)
— Peningkatan penguraian/detoksifikasi:
*
Enzim oksidase (mixed-function oxidase) thd karbamat, OP, dan piretroid
* Enzim glutation-S-transferase thd OP
*
Enzim esterase thd OP dan karbamat
Pengelolaan Resistensi
Pencegahan:
— Dosis rendah
— Menyisakan sebagian individu peka
— Menurunkan frekuensi aplikasi
— Menghindari formulasi slow-release
— Aplikasi diutamakan pada serangga dewasa
— Aplikasi lokal
— Konservasi tempat perlindungan
— Ambang pengendalian lebih tinggi
Pengelolaan Resistensi
Penjenuhan Mekanisme Resistensi:
— Penggunaan sinergis
“Penyembuhan”/Serangan Ganda:
— Campuran insektisida dengan cara kerja berbeda
— Rotasi insektisida dengan cara kerja berbeda
PENGARUH PADA SERANGGA HAMA
-RESURJENSI-
Resurjensi:
- Peningkatan populasi
serangga setelah
aplikasi
insektisida
- Umumnya karena aplikasi konsentrasi/
dosis subletal
-Pandangan I:
Karena penurunan populasi
musuh
alami di lapangan
-Pandangan II :
Karena ada proses biokimia
shg
meningkatkan keperidian serangga
akibat dosis subletal
Faktor Pendorong Resurjensi
•
Varietas tanaman
•
Populasi musuh alami
•
Kondisi lingkungan
•
Jenis insektisida
•
Konsentrasi/dosis yang
diaplikasikan
Contoh penting kasus resurjensi hama
Pada tahun 1980-an penggunaan insektisida yang
intensif pada tanaman padi telah menimbulkan resurjensi hama wereng cokelat, Nilaparvata
lugens di berbagai daerah di Indonesia
à 57 formulasi insektisida (sebagian besar berbahan aktif gol OP)
dilarang digunakan pada tanaman padi dengan Inpres No. 3/1986 (masih berlaku
sampai sekarang)
Ledakan Populasi Hama Sekunder
•
Hama yang
semula tidak penting (tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi) populasinya
lama kelamaan meningkat akibat perlakuan insektisida terhadap hama lain (hama
primer) yang membunuh musuh alami hama sekunder tersebut.
•
Aplikasi
insektisida tsb juga menurunkan populasi serangga pesaing dari hama sekunder.
Contoh Ledakan Populasi Hama Sekunder
•
Di
Kalifornia pada tahun 1960-an:
Penggerek
buah kapas, Pectinophora gossypiela, hama penting pada tanaman kapas,
dikendalikan secara intensif dengan berbagai jenis insektisida sintetik.
Insektisida
tsb membunuh berbagai jenis musuh alami ulat Heliothis zea dan H.
virescens yg saat itu bukan merupakan hama penting. Akibatnya, populasi H.
zea dan H. virescens selanjutnya meningkat hingga tingkat yang
merugikan secara ekonomi, dan statusnya meningkat menjadi hama penting.
Tolok Ukur Selektivitas
Nisbah selektivitas (SR: selectivity ratio)
SR
= LD50 organisme bukan sasaran
LD50 hama sasaran
Selektif minimal SR ≥ 2
PENGARUH PADA TANAMAN
Memperoleh makanan yang cukup, bergizi dan
aman adalah hak setiap manusia
FAO/WHO International Conference on
Nutrition (Rome): World Declaration on Nutrition, 1992
KETAHANAN PANGAN
•
Ketersediaan pangan (suplai)
•
Kemudahan akses
•
Keamanan pangan
– Bebas cemaran fisik
– Bebas cemaran biologi
– Bebas cemaran kimia -------- residu
1. Residu
Senyawa asing yang
tertinggal pada atau
dalam produk pertanian
-
Mengganggu kesehatan (kanker, gangguan
reproduksi,
ginjal, hati.........kronis)
-
Mengurangi daya saing produk
-
Ukurannya BMR, ADI, PHI
-
Pencucian dan pemasakan mengurangi risiko
- Prosesing mengurangi
risiko
Faktor penyebab terjadi residu:
√ Dosis/konsentrasi aplikasi
berlebihan
√ Waktu aplikasi terakhir
sebelum panen
√ Persistensi insektisida
√ Jenis tanaman (daun kedelai
vs daun
cabai, buah stroberi vs
buah tomat)
√ Penggunaan bahan tambahan
terutama perekat
2. Fitotoksik
keracunan tanaman setelah aplikasi
insektisida/pestisida
Faktor penyebab:
- Kelebihan dosis/konsentrasi
- Kepekaan tanaman/bagian
tanaman
- Formulasi (bahan tambahan)
- Kombinasi pestisida
- Kondisi pertanaman
- Kondisi cuaca
Pengaruh pada Manusia
•
Penyebab Keracunan:
- Kecelakaan
- Kontaminasi makanan
- Penggunaan tidak tepat
•
Cara
masuk ke tubuh manusia:
- mulut
- hidung
- mata
- kulit
Jenis Pemajanan:
- Kontak langsung
- Saat persiapan aplikasi
- Saat aplikasi
- Memasuki areal yang
diaplikasikan
- Penyimpanan/gudang
-Tidak langsung
-
residu
Karena:
- kecerobohan
- pengetahuan yang rendah
SUMBER TERJADI KERACUNAN
Pada pembuatan sediaan pestisida
- Jumlah pestisida
- Jenis air
- Cara pencampuran
- Alat yang digunakan
- Kelengkapan keamanan
Pada waktu aplikasi
-
Pakaian pelindung
- Teknik
Penyemprotan
-
Prediksi arah angin
- Pakaian pelindung
- Kegiatan lain yang dilakukan
Setelah Aplikasi
- Pencucian alat semprot
dan pakaian
- Penanganan
bekas pestisida
-
Penyimpanan pestisida
TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA
Pestisida tertelan
-
usahakan pemuntahan
-
berikan karbon aktif (norit)
- bawa
ke dokter
Pestisida terkena kulit
bersihkan sesegera mungkin bagian yang
terkontaminasi
gunakan sabun dan bilas berulang-ulang
Pestisida terkenan mata
- Cuci segera mata pada air mengalir
- Tutup mata dengan kain bersih
- Jika masih terasa sakit, ke dokter
Pestisida lewat pernapasan
- Jauhi sumber racun
- Kendorkan pakaian untuk pernapasan
- Bila gawat, bawa ke dokter
PENGARUH PADA EKOSISTEM
-sebab dan akibat-
Lingkungan perairan:
- Aliran air -------
penggunaan air oleh
masyarakat
- Air tanah ------- Sumber
air tanah
- Mikroorganisme perairan
- Organisme perairan
lainnya (ikan, dll)
Lingkungan daratan (faktor
yg berpengaruh):
- Jenis tanah (kandungan
pasir, liat)
- Humus/bahan organik
- Mikroorganisme
tanah (pengurai)
- Porositas tanah (sumber air tanah)
- Kemiringan
tanah (aliran run off, dll)
- pH,
kelembapan, dan suhu tanah
Waktu paruh beberapa insektisida di dalam tanah
Pestisida Perkiraan waktu paruh
Organoklorin
DDT
3-10 tahun
Dieldrin 1-7 tahun
α-endosulfan 60 hari
Lindan 20-50 hari
Metoksiklor 120 hari
Toxaphene 10 tahun
Organofosfat
Asefat
3 hari
Klorpirifos 36-46 hari
Diazinon 11-21 hari
Dimetoat 2-4 hari
Malation 4-6 hari
Karbamat
Karbaril 7-28 hari
Karbofuran 26-110 tahun
Piretroid
Deltametrin 11-19 hari
Esfenvalera 75 hari
Sihalotrin 7-21 hari
Sipermetrin 4-12 hari
Neonikotinoid
Asetamiprid 1-2 hari
Imidakloprid 8-48 hari
Tiametoksam 11-26 hari
Juvenoid (analog JH)
Metopren 10 hari
Asilurea
Diflubenzuron <7 hari
Tiadiazin
Buprofezin 80-104 hari
Turunan nereistoksin
Bensultap 3-35 hari
Kartap
hidroklorida 3 hari
Pirol
Klorfenapir 1.4 tahun
Pirazol
Fipronil 18-308 hari
Lingkungan udara:
- Cara aplikasi
- Pencucian (air hujan)
- Sinar matahari (dekomposisi)
- Lapisan ozon
Faktor-faktor yang berpengaruh pada
bioakumulasi
Kelarutan dalam lemak
Metabolisme
Kebiasaan makan
Perilaku dan relung ekologi (ecological
niche)
Pengelolaan Pestisida dalam PHT
-dari perencanaan
hingga evaluasi-
Perencanaan
- Ambang ekonomi
- Sasaran
- Musuh alami
- Jenis pestisida
- Cara kerja
Persiapan
- Penyimpanan
- Dosis/konsentrasi
- Alat aplikasi
- Pelindung
- Kondisi kesehatan
- Lingkungan
Aplikasi
Teknik aplikasi
- Waktu
- Peliputan
- Ukuran
- Distribusi
- Volume
Evaluasi
Biologi
- Fisik
- Lingkungan
Evaluasi
Serangan OPT menurun
- luas
serangan
-
intensitas serangan
-
populasi
Tidak ada kerusakan pada tanaman
- daun
- buah
Keberadaan organisme lain
-
serangga penyerbuk
-
musuh alami
Residu Pestisida pada produk
-
buah
-
daun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar